Minggu, 17 Mei 2015

dakwah bil hal melalui pengembangan dan penerapan ipteks



Dakwah Bi Hal Melalui Pengembangan Dan Penerapan
IPTEKS
            Dakwah boleh difahami sebagai usaha mengajak orang lain mendekati Allah subhanahu wa ta’ala, menyeru mereka ke arah kebenaran dan seterusnya dapat mengikut apa yang digariskan dalam ajaran Islam. Sedangkan, dakwah bi al-hal merupakan aktivitas dakwah Islam yang dilakukan dengan tindakan nyata atau amal nyata terhadap kebutuhan penerima dakwah , sehingga tindakan nyata tersebut sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh penerima dakwah. Misalnya dakwah dengan membangun rumah sakit untuk keperluan masyarakat sekitar yang membutuhkan keberadaan rumah sakit. Tema utama dakwah ke lapisan bawah adalah dakwah bi al-hal, yaitu dakwah yang diletakkan kepada perubahan dan perhatian kondisi material lapisan masyarakat miskin. Dengan perbaikan kondisi material itu diharapkan dapat mencegah kecenderungan ke arah kekufuran karena desakan ekonomi.

            Kemajuan IPTEK pada era globalisasi ini pasti akan mewarnai pembangunan yang membawa fenomena. Batas-batas system nasional disemua Negara hampir hilang dan orang diseluruh dunia saling mempengaruhi meskipun tidak bertemu muka. Globalisasi merupakan hasil dari kemajuan IPTEK sebagai kelanjutan dari revolusi industri., memang telah banyak memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan manusia. Namun disisi lain manusia semakin tidak tenteram dan tidak
ada kedamaian dalam kehidupannya akibat dari perasaan cemas dari dampak negative yang ditimbulkan oleh globalisasi. Dimana bencana dan bahaya setiap saat dapat mengancam kehidupan mereka.

            Dari sekian gejala social yang ditimbulkan oleh globalisasi diatas, ada fenomena umum yang dapat dirasakan atau dilihat dewasa ini apabila dikaitkan dengan dakwah, maka hal tersebut merupakan tantangan dan juga “pekerjaan rumah” bagi para da’i (juru dakwah). Artinya para da’i harus tampil dengan jurus-jurus jitu dalam menyampaikan bahasa agama pada kehidupan masyarakat yang sudah terkontaminasi dengan era globalisasi itu. Bila para da’i masih tampil dengan gaya lama, sementara kondisi kekinian tampil dengan problema globalisasi yang serba menantang, maka mau tidak mau, suka tidak suka pasti gaya lama akan “tergusur”. Akibatnya upaya-upaya untuk membumikan ajaran islam ditengah-tengah masyarakat, baik masyarakat kota maupun masyarakat pedesaan pasti mengalamai hambatan.

            Bila kita amatai dikawasan industri dan masyarakat perkotaan misalnya, berdomisili banyak ilmuan dari berbagai disiplin ilmu serta para usahawan yang sukses. Namun mereka haus ketenangan batin atau kertenangan jiwa. IPTEK yang dimilikinya tidak mampu memberikan kepuasan batin dan ketenangan jiwa, sehingga mereka berusaha menemukan itu melalui pendekatan ajaran spiritual keagamaan. Mereka berusaha memadukan antara disiplin ilmu yang ditekuninya dengan ajaranajaran
agama yang diyakininya , sehingga agama terasa dan terbukti semakin rasional dan menyentuh. Oleh karena itu dibutuhkanlah dakwah al bil-hal ini.

A.     Setiap Muslim Adalah Da’i

      Kita adalah da’i sebelum menjadi apapun”. Dari kalimat tersebut dapat kita simpulkan bahwa pada dasarnya, kita adalah seorang da’i sebelum kita menjabat suatu profesi apapun. Perkataan Hassan Al-Banna tersebut dapat menjadi cerminan, bahwa pada hakikatnya, seorang muslim adalah pendakwah. Ketika seseorang menuntut ilmu dan memiliki pengetahuan, saat itu pula ia memiliki kewajiban untuk menyebarluaskan ilmu yang dimilikinya tersebut. Ketika seseorang sadar bahwa ia telah memiliki bekal untuk mengamalkan sunnah, saat itu pula ia berkewajiban menyeru orang lain kepada Islam. Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk mengaktualisasikan amanah dalam kita menjadi seorang da’i, salah satunya adalah menjadi seorang murobby.

      Murobby merupakan sumber atau penyalur ilmu dari sumber untuk disampaikan dan dipahamkan kepada mad’u atau sang murobby. Sebab itulah peranan murobby sangat mempengaruhi keberlangsungan serta output dari kegiatan tarbiyah. Sebagai simpul dakwah terhadap jama’ah, seorang murobby dituntut memikirkan kegiatan dakwah dengan segenap perhatiannya. Untuk menjadi seorang murobby idaman, kita hendaknya memperhatikan beberapa hal, seperti ruhiyah. Ruhiyah adalah dasar keberhasilan dakwah. Jika ruhiyah terabaikan, sebagus apapun retorika dakwah kita dan pemahaman kita terhadap kondisi mad’u semuanya akan sia-sia.

      Seorang murobby harus memiliki niat yang ikhlas. Ikhlas karena Allah Ta’ala semata, membuang jauh-jauh tendensi untuk mencari popularitas atau pujian apalagi niatnya adalah untuk mencari pengikut yang banyak. Niat yang ikhlas karena Allah Ta’ala bermakna seorang murobby melakukan tarbiyah untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah subuhanahu wa ta’ala, memperbaiki hamba-Nya dan mengeluarkan mereka dari kegelapan kebodohan dan kemaksiatan menuju cahaya ilmu ketaatan. Niat yang ikhlas juga akan menggiring seorang murobby melahirkan dakwahnya dari dasar kecintaan kepada Allah dan untuk agama-Nya, serta kecintaan kepada kebaikan untuk semua manusia. Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan?” (QS. Hud: 15-16)

B.      Bekerja Adalah Dakwah

      Di dalam dunia pekerjaan, seorang Muslim adalah bertanggungjawab untuk berdakwah. Tidak kiralah apa kategori pekerjaan, sama ada bekerja di dalam pejabat yang berhawa dingin, di tapak pembinaan ladang dan sawah sekalipun, tanggungjawab sebagai Da’i itu terletak di bahu kita. Kita perlu dakwah di tempat kerja. Ia selaras dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Surah Ali Imran ayat 110 yang artinya:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah daripada yang munkar, dan beriman kepada Allah.’
Usaha berdakwah di tempat kerja ini janganlah disalahartikan dengan pengertian yang sempit.

      Dakwah bukan bermaksud untuk mengajak manusia melupakan tanggungjawab bekerja dan melaksanakan amal ibadah yang spesifik semata-mata. Bekerja itu sendiri merupakan satu ama libadah apa lagi jika ianya diniatkan kerana Allah subhanahu wa ta’ala dan dilaksanakan dengan penuh amanah, fokus dan ikhlas. Usaha dakwah juga jangan ditafsirkan sebagai ‘hendak tunjuk alim’ atau ‘hendak tunjuk pandai’. Jika begitu, semua orang akan takut untuk berdakwah kerana seorang Da’i yang member dakwah tidak mau dipandang sebagai penyibuk manakala yang menerima dakwah pula berasa tidak selaras dan menganggap konteks dakwah itu sebagai sesuatu yang tidak bermanfaat.

      Adapun ganjaran usaha dakwah. Firman-Nya dalam surah Ali-Imran ayat104 yang artinya:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung."
Sebagai da’i di dalam konteks dunia pekerjaan, seseorang itu perlulah terlebih dahulu memperlengkapkan dirinya supaya usaha dakwahnya akan menjadi sempurna.

C.     Kewajiban Mengembangkan Dan Menyampaikan Ilmu Pengetahuan

      Menyampaikan ilmu sangatlah penting untuk kemajuan Agama, Bangsa dan Negara, baik dalam segi moral maupun material. Dan ilmulah yang memperbaiki semuanya. Memyampaikan ilmu bermanfaat untuk kehidupan, kebahagian dunia dan akherat. Orang yang mendengarkan dan menyampaikan ilmu bagaikan tanah yang terkena air hujan, mereka adalah orang alim yang mengamalkan ilmunya dan mengajar. Seperti yang diterangkan dalam Al-Quran yang artinya
Dan hendaklah ada di antara kalian segolong umat yang menyeru pada kebaikan, menyeru kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. “ (Ali Imran, 104)

      Menuntut ilmu adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk merubah tingkah laku dan perilaku kearah yang lebih baik, karena pada dasarnya ilmu menunjukkan jalan menuju kebenaran dan meninggalkan kebodohan. Menuntut ilmu merupakan ibadah sebagaiman sabda Nabi Muhammad salallahu alahi wassalam. Artinya :
Menuntut Ilmu diwajibkan atas orang islam laki-laki dan perempuan
Dengan demikian perintah menuntut ilmu tidak di bedakan antara laki-laki dan perempuan. Hal yang paling di harapkan dari menuntut ilmu ialah terjadinya perubahan pada diri individu ke arah yang lebih baik yaitu perubahan tingkah laku, sikap dan perubahan aspek lain yang ada pada setiap individu.

      Adapun beberapa dasar hukum menuntut ilmu antara lain adalah sebagai berikut.
1.      Hadits Rasullulah salallahu alaihi wassalam
Yang berbunyi :”Menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap muslim, waktunya adalah dari buaian ibu (bayi), sampai masuk liang kubur”. Hadits dari Rasullulah salallahu alaihi wassalam yang sangat jelas sekali perintahnya, bahwa dalam Islam menuntut ilmu hukumnya adalah wajib yang artinya adalah jika dikerjakan dan dilaksanakan kita akan mendapat pahala, jika diabaikan, disepelekan/tidak dilaksanakan kita akan mendapat dosa. Jadi permasalahan yang mendesak sekarang adalah, jika kita mengaku sebagai seorang Muslim, segeralah dan jangan ditunda-tunda lagi untuk menuntut ilmu agama Islam yang benar, benar dalam artian yang sesuai dengan Alqur`an dan Hadits Shahih dari Rasullulah salallahu alaihi wassalam, agar kita memperoleh petunjuk dan kebenaran dalam Islam yang diturunkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala melalui Rasulnya Muhammad salallahu alaihi wassalam, sehingga kita dasar dalam beragama Islam tidak hanya mendugaduga atau berprasangka saja.
2.      Al-Qur’an Surat Al-Ashr
Yang berbunyi sebagai berikut: "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati Supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran". Ingatlah Allah subhanahu wa ta’ala telah bersumpah dalam surat ini dengan masa / waktu yang didalamnya terjadi peristiwa yang baik dan yang buruk, bersumpah bahwa setiap manusia didunia ini, baik itu orang Islam atau di luar Islam pasti akan mengalami kerugian, kecuali yang memiliki 4 (empat hal) yaitu : 1. Iman, 2. Amal Shaleh, 3. Saling menasehati supaya mentaati kebenaran, 4. Saling menasehati supaya menetapi kesabaran.
3.      Hadits-Hadits tentang Kewajiban Menuntut Ilmu
a.       Niscaya Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.“ (QS. Al Mujadalah, 11)
b.      “Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim (baik muslimin maupun muslimah).” (HR. Ibnu Majah)
c.       “Seseorang yang keluar dari rumahnya untuk menuntut ilmu niscaya Allah akan mudahkan baginya jalan menuju Syurga.” (Shahih Al Jami)
d.      Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke syorga. (HR. Muslim).
e.       Barangsiapa melalui suatu jalan untuk mencari suatu pengetahuan (agama), Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.”(Bukhari)
f.       Siapa yang keluar untuk menuntut ilmu maka dia berada di jalan Alloh sampai dia kembali.” (Shahih Tirmidzi)
g.       Tuntutlah ilmu dan belajarlah (untuk ilmu) ketenangan dan kehormatan diri, dan bersikaplah rendah hati kepada orang yang mengajar kamu.” (HR. Ath-Thabrani)
h.      Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Qur’an dan yang mengajarkannya.” (HR Bukhari )
i.        “Kelebihan seorang alim (ilmuwan) terhadap seorang ‘abid (ahli ibadah) ibarat bulan purnama terhadap seluruh bintang.” (HR. Abu Dawud )
j.        “Siapa yang Allah kehendaki menjadi baik maka Allah akan memberikannya pemahaman terhadap Agama.” (Sahih Ibnu Majah)
k.      Abdullah bin Mas’ud berkata, “Nabi saw bersabda, Tidak boleh iri hati kecuali pada dua hal, yaitu seorang laki-laki yang diberi harta oleh Allah lalu harta itu dikuasakan penggunaannya dalam kebenaran, dan seorang laki-laki diberi hikmah oleh Allah di mana ia memutuskan perkara dan mengajar dengannya.” (Bukhari)
l.         Termasuk mengagungkan Allah ialah menghormati (memuliakan) ilmu, para ulama, orang tua yang muslim dan para pengemban Al Qur’an dan ahlinya, serta penguasa yang adil.” (HR. Abu Dawud dan Aththusi)
m.    “Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu maka baginya neraka … neraka.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
n.      “Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu lalu dirahasiakannya maka dia akan datang pada hari kiamat dengan kendali (di mulutnya) dari api neraka.” (HR. Abu Dawud)
o.      “Orang yang paling pedih siksaannya pada hari kiamat ialah seorang alim yang Allah menjadikan ilmunya tidak bermanfaat.” (HR. Al-Baihaqi)
p.      “Sesungguhnya Allah tidak menahan ilmu dari manusia dengan cara merenggut tetapi dengan mewafatkan para ulama sehingga tidak lagi tersisa seorang alim. Dengan demikian orang-orang mengangkat pemimpin-pemimpin yang dungu lalu ditanya dan dia memberi fatwa tanpa ilmu pengetahuan. Mereka sesat dan menyesatkan.” (Mutafaq’alaih)
q.      “Saling berlakulah jujur dalam ilmu dan jangan saling merahasiakannya. Sesungguhnya berkhianat dalam ilmu pengetahuan lebih berat hukumannya daripada berkhianat dalam harta.” (HR. Abu Na’im)
r.        “Sedikit ilmu lebih baik dari banyak ibadah. Cukup bagi seorang pengetahuan fiqihnya jika dia mampu beribadah kepada Allah (dengan baik) dan cukup bodoh bila seorang merasa bangga (ujub) dengan pendapatnya sendiri.” (HR. Ath-Thabrani)
s.       Nabi Muhammad salallahu alaihi wassalam bersabda, Artinya : "Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) diakhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barangsiapa yang meginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula". (HR.Bukhari dan Muslim) Apabila kita memperhatikan isi Al-Quran dan Al-Hadist, maka terdapatlah beberapa suruhan yang mewajibkan bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan, untuk menuntut ilmu, agar mereka tergolong menjadi umat yang cerdas, jauh dari kabut kejahilan dan kebodohan. Menuntut ilmu artinya berusaha menghasilkan segala ilmu, baik dengan jalan menanya, melihat atau mendengar.

2 komentar:

  1. Assalamualaikum.. ka mau tanya materi ini ada di buku apa, kalo boleh tau apa nama buku nya

    BalasHapus
  2. Thanks, ini sangat membantu 👍

    BalasHapus