BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tanggung
jawab ilmuan muslim
1.
Banyak ilmuwan muslim (terutama
dalam hal ini yang akan dibahas adalah berkaitan dengan ilmuwan muslim di
bidang sosial) yang tidak memiliki komitmen terhadap agama Islam.
Ilmuwan tersebut menghabiskan hari-harinya dan bahkan hidupnya untuk mempelajari
dan mengkaji ilmu yang disenangi, menarik hati dan mungkin pula memperoleh
ketenaran serta mendapatkan banyak uang, tapi tidak berminat atau kurang sekali
minatnya untuk mengkaji Islam (Al-Quran dan Sunnah) yang berkaitan dengan ilmu
yang digelutinya. Dalam sepekan belum tentu ada satu atau dua jam waktunya
diperuntukkan untuk menelaah Islam, yang seharusnya menjadi pedoman hidupnya.
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan ketika mendapati ayat-ayat Al-Quran atau
Hadits yang tidak sesuai dengan jalan pikiran atau ilmu yang dikuasai, maka
ayat dan hadits tersebut ditolak atau paling tidak diragukan kebenarannya.
Sebaliknya, paham atau konsep yang jelas-jelas bertentangan dan tidak dapat
dibandingkan dengan Islam seperti feminisme, sekularisme, humanisme,
liberalisme, postmodernisme, pluralisme dsb. malah dicari-carikan pembenaran
dan dukungan dari agama Islam.
2. Banyak
ilmuwan muslim yang berpikir dengan metode/cara berpikir orang barat yang
kafir.
Mereka memisahkan antara agama dan akhirat, antara
ilmu dan perilaku, antara ilmu dan etika, antara agama dan ilmu, antara
individu dan masyarakat nantara agama dengan sosial atau negara. Hal ini
disebabkan karena mereka asal ikut saja terhadap pendapat yang dikatakan oleh
pakar dari barat. Akibatnya mereka tidak akan dapat melebihi orang barat.
Mereka akan selalu tergantung dengan barat serta pola berpikirnya. Apa-apa yang
tidak sesuai dengan cara berpikir orang barat akan dikritik, diragukan atau
bahkan ditolak.
3. Banyak
ilmuwan yang tidak paham sejarah barat dan sejarah pemikiran orang-orang besar.
Semestinya
orang yang belajar sains sosial memahami mengapa timbul teori atau ide dari
para ahli sosial zaman dahulu sejak zaman Yunani, sampai sekarang. Ingat bahwa
pendapat sesorang pasti berkaitan dengan:
- Teologi
agama Kristen di Barat
- Peran
gereja di masyarakat pada masa itu
- Perang
antar negara
-
Kolonialisme
- Kebutuhan
sosial masyarakat pada masa itu.
4.
Karena tidak paham sejarah barat,
banyak ilmuwan yang terjebak cara berpikir orang barat.
Misalnya, banyak orang amat menyukai atau positivisme,
reduksionisme, behaviorisme. Sebaliknya ada juga yang amat tidak suka dengan
positivisme, sebagai gantinya mereka menganut hermeneutika atau kontruktivisme
dll, sehingga semuanya dianggap relatif, tidak ada kebenaran absolut, bahkan
manusia tidak mungkin memahami kebenaran atau kebenaran itu sendiri tidak ada.
Namun mereka tidak paham mengapa timbul aliran-aliran tersebut dan latar
belakang aliran pemikiran tersebut. Paham seperti humanisme, relativisme, dsb.
telah menjadi anutan dan patokan mereka. Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi,
sebagian ilmuwan muslim tidak menyadari pola pikirnya telah terjebak dan
tersumbat dengan paham-paham sesat dari barat tersebut.
5.
Banyak ilmuwan muslim tidak paham
konsep pandangan dunia (worldview), asumsi hakikat manusia maupun
nilai-nilai sosial budaya barat.
Nilai-nilai sosial budaya barat itu sendiri meliputi:
tujuan hidup manusia, apa yang disebut manusia sukses, berguna dan baik, apa
yang disebut masyarakat yang baik, dsb. Hal ini menyebabkan mereka hanya
mengekor saja apa yang dikatakan atau ditulis orang barat. Banyak orang
terpesona dan terkagum-kagum dengan "kemajuan" barat. Barat dianggap
identik dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, pendidikan,
kesehatran, kebebasan dan demokrasi.
Namun jangan lupa, untuk meraih itu semua, barat harus menguras habis sumber
daya yang dimiliki masyarakat lain sejak zaman dulu (kolonial) hingga sekarang,
dengan perusahaan multi nasional (MNC) nya. Disamping itu, problem internal
masyarakat barat semakin akut dan kronis. Meningkatnya jumlah orang yang
depresi, stres, bunuh diri, pembunuhan, perampokan, pnyalahgunaan obat-obatan,
pemerkosaan, perceraian, anak lahir di luar nikah, gay, lesbian dan semua
penyakit sosial lain yang mengarah pada kehancuran peradaban dan masyarakat
baat itu sendiri. Gereja-gereja semakin ditinggalkan, beralih pada fan lun
gong, new age, spiritualisme, aliran pemuja setan, sinkretisme serta
menciptakan agama-agama baru sesuai selera mereka sendiri.
6.
Akhirnya banyak ilmuwan muslim yang
tidak peduli apakah ilmu yang digelutinya ini benar/salah, sesuai dengan ajaran
Islam/tidak.
Menurut
metode pendidikan model barat, tidak layak seorang ilmuwan memberikan penilaian
benar atau salah terhadap apa yang dipelajarinya. Ilmuwan hanya menjelaskan
fenomena yang terjadi atau konsep dan teori yang ada atau melakukan tinjauan
kritis terhadapnya dan kemudian bila mampu, membangun pendapatnya sendiri.
Namun tentang standar mana yang benar atau salah tergantung darimana
menentukannya. Tidak ada kebenaran absolut. Apa yang dianggap benar dan baik
pada suatu saat, dapat dianggap salah dan tidak baik di saat yang lain. Oleh
karena itu, ilmuwan muslim yang mengikuti pola pikir ilmuwan barat tidak
menyadari atau tidak mau mengakui bahwa seharusnya mereka memberikan penilaian
dengan menggunakan standar atau patokan agama Islam, mana yang benar dan yang
mana yang salah. Ilmuwan muslim harusnya memberikan penerangan kepada semua
orang tentang apa yang benar dan apa yang salah dan selalu berusaha melakukan
amar ma’ruf nahi munkar.
Ilmu menghasilkan teknologi yang akan diterapkan pada masyarakat. Teknologi
dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi
juga bisa menjadi bencana bagi manusia. Disinilah pemanfaatan pengetahuan dan
teknologi harus diperhatikan sebaik – baiknya. Dalam filsafat penerapan
teknologi meninjaunya dari segi aksiologi keilmuan.
Adapun salah satu sendi masyarakat modern adalah ilmu dan teknlogi. Kaum
ilmuwan tidak boleh picik dan menganggap ilmu ilmu dan teknologi itu alpha dan
omega dari segala-galanya, masih terdapat banyak lagi sendi-sendi lain yang
menyangga peradaban manusia yang baik. Demikian juga masih terdapat
kebenaran-kebenaran lain di samping kebenaran kebenaran keilmuan yang
melengkapi harkat kemanusiaan yang hakiki. Namun bila kaum ilmuwan konsekuen
dengan pandangan hidupnya, baik secara intelaktual maupun secara moral, maka
salah satu penyangga masyarakat modern itu kan berdiri dengan kukuh. Berdirinya
piral penyangga keilmuan ini merupakan tanggung jawab social seorang ilmuan.
Kita tidak bisa lari padanya sebab hal ini merupakan bagian dari hakikat ilmu
itu sendiri. Biar bagaimanapun kita tidak akan pernah bisa melarikan diri dari
diri kita sendiri.
Rasulullah
SAW menjelaskan bahwa seorang ilmuwan muslim mempunyai tanggung jawab, dan ia
akan dimintai pertanggung jawaban atas ilmu yang dimilikinya. Rasulullah SAW
bersabda:
عَنْ أَبِي
بَرْزَةَ الأَسْلَمِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: «لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ القِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ
عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ
أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ» (رواه
الترمذي، وقال : هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ [2417])
Dari Abu Barzah Al-Aslami, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidak
bergeser kedua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga ia ditanya
tentang umurnya; dalam hal apa ia menghabiskannya, tentang ilmunya; dalam
hal apa ia berbuat, tentang hartanya; dari mana ia mendapatkannya dan dalam hal
apa ia membelanjakannya, dan tentang pisiknya; dalam hal apa ia
mempergunakannya”. (HR At-Tirmidzi, dan ia
berkata: “Ini hadits hasan shahih”, hadits no. 2417).
Bagaimana cara mempertanggungjawabkan ilmu?
DR. Yususf Al-Qaradawi
menjelaskan ada tujuh sisi tanggung jawab seorang ilmuwan muslim, yaitu:
1.
Bertanggung jawab dalam
hal memelihara dan menjaga ilmu, agar ilmu tetap ada (tidak hilang),
2.
Bertanggung jawab dalam hal
memperdalam dan meraih hakekatnya, agar ilmu itu menjadi meningkat,
3.
Bertanggung jawab dalam mengamalkannya, agar
ilmu itu berbuah,
4.
Bertanggung jawab dalam mengajarkannya kepada
orang yang mencarinya, agar ilmu itu menjadi bersih (terbayar zakatnya),
5.
Bertanggung jawab dalam menyebarluaskan dan
mempublikasikannya agar manfaat ilmu itu semakin luas,
6.
Bertanggung jawab dalam
menyiapkan generasi yang akan mewarisi dan memikulkan agar mata rantai ilmu
tidak terputus, lalu, terutama, bahkan pertama sekali
7. Bertanggung jawab dalam mengikhlaskan ilmunya untuk Allah SWT semata, agar
ilmu itu diterima oleh Allah SWT.
B.
Kedudukan ilmuwan
dalam islam
Dalam
al-Quran Surat AlMujadalah ayat 11 dikemukakan: “ Alloh akan mengangkat derajat
orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat ” mengilhami
kepada kita untuk serius dan konsisten dalam memperdalam dan mengembangkan ilmu
pengetahuan. Beberapa tokoh penting (ilmuwan) dalam sejarah Islam jelas menjadi
bukti janji Alloh s.w.t akan terangkatnya derajat mereka baik dihadapan Alloh
Maupun
Sesama Manusia
Dalam
lapangan kedokteran ilmuwan Muslim yang sangat terkenal, antara lain Abu ali Al
Husain bin Abdullah bin Sina (Ibn Sina) atau Avicenna (980-1037) dan diberi
julukan sebagai the prince of physician yang juga dikenal sebagai Filsuf besar,
termasuk Al Farabi (870-950) yang juga memiliki keahlian dalam lapangan logika,
politik dan ilmu jiwa (Abuddin: 150-151) dan masih banyak lainnya, menunjukkan
pada umat Islam tingginya kedudukan mereka di kalangan umat Islam hingga
menembus umat di luar Islam. Semuanya sebagai konsekwensi logis dari ‘ilm’ yang mereka miliki.
DR
Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Al Munir nya memaknai kata ‘darajaat’ (beberapa
derajat) dengan beberapa derajar kemuliaan di dunia dan akhirat. Orang ‘alim
yang beriman akan memperoleh fahala di akhirat karena ilmunya dan kehormatan
serta kemulyaan di sisi manusia yang lain di dunia. Karena itu Alloh s.w.t
meninggikan derajat orang mu’min diatas selain mu’min dan orang-orang ‘ alim di
atas orang-orang tidak berilmu. (juz 28: 43)
Dalam
perspektif sosiologis, orang yang mengembangkan ilmu berada dalam puncak
piramida kegiatan pendidikan. Banyak orang sekolah/ kuliah tetapi tidak
menuntut ilmu. Mereka hanya mencari ijazah, status/gelar. Tidak sedikit pula
guru atau dosen yang mengajar tetapi tidak mendidik dan mengembangkan ilmu.
Mereka ini berada paling bawah piramida dan tentunya jumlahnya paling banyak.
Kelompok kedua adalah mereka yang kuliah untuk emnuntu ilmu tetapi tidak
emngembangkan ilmu. Mereka ini ingin memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan
untuk bekal hidupnya atau untuk dirinya sendiri, tidak mengembangkannya untuk
kesejahteraan masyarakat. Kelompok ini berada di tengah piramida kegiatan
pendidikan. Sedangkan kelompok yang paling sedikit dan berada di puncak
piramida adalah seorang yang kuliah dan secara bersungguh-sungguh mencintai dan
mengembangkan ilmu. Salah satunya adalah dosen yang sekaligus juga seorang
pendidik dan ilmuwan. (Tobroni:36)
Keutamaan orang ‘alim (ilmuwan) dibanding lainnya diperkuat oleh hadist Nabi dari Mu’adz;
Keutamaan orang ‘alim (ilmuwan) dibanding lainnya diperkuat oleh hadist Nabi dari Mu’adz;
“Keutamaan
orang ‘alim atas hamba (lainnya) adalah seperti kelebihan bulan purnama atas
bintang-bintang” H.R Abu Daud, Turmudzi, Nasa’i , dan Ibn hibban.
Dan
Hadist riwayat Ibnu Majah dari Utsman r.a;
“
Tiga golongan orang yang ditolong di hari kiamat; yaitu para Nabi kemudian
‘Ulama kemudian syuhada”. (Ihya’: 17)
Penjelasan
al Quran , Hadist maupun fakta di atas memberikan gambaran yang jelas bahwa
kedudukan ilmu dan ilmuwan begitu tinggi dan mulya di hadapan Alloh dan
hamba-hambaNya. Jika umat Islam menyadari dan memegang teguh ajaran agamanya
untuk menjunjung tingi ilmu pengetahuan , maka pasti dapat di raih kembali
puncak kejayaan Islam sebagaimana catatan sejarah di abad awal Hijrah hingga
abad ke dua belas Hijrah, dimana umat dan Negara- negara Islam menjadi pusat
peradaban dunia.
C.
Kewajiban
menuntut ilmu
Dari Anas ibn Malik r.a ia berkata, Rasulullah saw bersabda:
“Menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap orang Islam”
(HR. Ibn Majah)
Pesan terkandung:
- Setiap orang Islam wajib menuntut ilmu, baik laki-laki maupun perempuan, orang tua ataupun anak muda.
- Ilmu yang harus dituntut adalah semua ilmu yang berguna, yang mengajarkan kebaikan, baik itu ilmu-ilmu agama atau ilmu pengetahuan umum.
- Orang Islam harus menjadi orang pandai, bukan orang yang bodoh.
- Dengan ilmu orang akan mampu meraih cita-citanya, baik di dunia sampai di akhirat.Sumber: Seri Hadis Rasulullah Untuk Anak 3, DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA
1.
Hadis-Hadis tentang kewajiban menuntut ilmu
“Carilah ilmu sejak bayi hingga
ke liang kubur.”
“segala sesuatu yang ada jalannya dan jalan menuju surga adalah ilmu”(hr.dailany)
“orang yang paling utama diantara manusia adalah orang mukmin yang mempunyai
ilmu,dimana kalau dibutuhkan(orang)dia membawa manfaat /memberi petunjuk dan
dikala sedang tidak dibutuhkan dia memperkaya /menambah sendiri
pengetahuannya”.(HR.baihaqi)
“Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri
cina”.
Apabila kita
memperhatikan isi Al-Quran dan Al-Hadist, maka terdapatlah beberapa suruhan
yang mewajibkan bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan, untuk
menuntut ilmu, agar mereka tergolong menjadi umat yang cerdas, jauh dari kabut
kejahilan dan kebodohan. Menuntut ilmu artinya berusaha menghasilkan segala
ilmu, baik dengan jalan menanya, melihat atau mendengar. Perintah kewajiban
menuntut ilmu terdapat dalam hadist Nabi Muhammad saw :
Artinya :
“Menuntut ilmu adalah fardhu bagi tiap-tiap muslim, baik laki-laki maupun
perempuan”. (HR. Ibn Abdulbari).
Dari hadist ini
kita memperoleh pengertian, bahwa Islam mewajibkan pemeluknya agar menjadi
orang yang berilmu, berpengetahuan, mengetahui segala kemashlahatan dan jalan
kemanfaatan; menyelami hakikat alam, dapat meninjau dan menganalisa segala
pengalaman yang didapati oleh umat yang lalu, baik yang berhubungan dangan
‘aqaid dan ibadat, baik yang berhubungan dengan soal-soal keduniaan dan segala
kebutuhan hidup.
Nabi Muhammad
saw.bersabda
: مَنْ أَرَادَ
الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ أَرَادَ الأَخِرَةَ فَعَلَيْهِ
بِالْعِلْمِ, وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
Artinya : “Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) diakhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barangsiapa yang meginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula”. (HR.Bukhari dan Muslim)
Artinya : “Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) diakhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barangsiapa yang meginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula”. (HR.Bukhari dan Muslim)
Islam mewajibkan
kita menuntut ilmu-ilmu dunia yang memberi manfaat dan berguna untuk menuntut
kita dalam hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita di dunia, agar
tiap-tiap muslim jangan picik ; dan agar setiap muslim dapat mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat membawa kemajuan bagi penghuni dunia
ini dalam batas-batas yang diridhai Allah swt.
Rasulullah Saw.,
bersabda: مٍطَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ “
Menuntut ilmu itu
diwajibkan bagi setiap orang Islam” (Riwayat Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil
Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik)
Oleh karena itu,
ilmu-ilmu seperti ilmu tafsir, ilmu hadist, ilmu bahasa ‘arab, ilmu sains
seperti perubatan, kejuruteraan, ilmu perundangan dan sebagainya adalah
termasuk dalam ilmu yg tidak diwajibkan untuk dituntuti tetapi tidaklah
dikatakan tidak perlu kerana ia adalah daripada ilmu fardhu kifayah. Begitu
juga dengan ilmu berkaitan tarekat ia adalah sunat dipelajari tetapi perlu
difahami bahawa yg paling aula (utama) ialah mempelajari ilmu fardhu ‘ain
terlebih dahulu. Tidak mempelajari ilmu fardhu ‘ain adalah suatu dosa kerana ia
adalah perkara yg wajib bagi kita untuk dilaksanakan dan mempelajari ilmu
selainnya tiadalah menjadi dosa jika tidak dituntuti, walau bagaimanapun mempelajarinya
amat digalakka Ilmu yang diamalkan sesuai dengan perintah-perintah syara’.
Hukum wajibnya perintah menuntut ilmu itu adakalanya wajib ‘ain dan adakalnya
wajib kifayah. Sedang ilmu yang wajib kifayah hukum mempelajarinya, ialah
ilmu-ilmu yang hanya menjadi pelengkap, misalnya ilmu tafsir, ilmu hadist dan
sebagainya. Ilmu yang wajib ‘ain dipelajari oleh mukallaf yaitu yang perlu
diketahui untuk meluruskan ‘aqidah yang wajib dipercayai oleh seluruh muslimin,
dan yang perlu di ketahui untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang
difardhukan atasnya, seperti shalat, puasa, zakat dan haji.
2. Tujuan
Menuntut Ilmu
tujuan menuntut
ilmu
Tuntutlah ilmu dan
belajarlah (untuk ilmu) ketenangan dan kehormatan diri, dan bersikaplah rendah
hati kepada orang yang mengajar kamu. (HR. Ath-Thabrani)
Dilihat dari segi ibadat, sungguh menuntut ilmu itu sangat tinggi nilai dan pahalanya, Nabi Muhammad SAW bersabda ; Artinya : “Sungguh sekiranya engkau melangkahkan kakinya di waktu pagi (maupun petang), kemudian mempelajari satu ayat dari Kitab Allah (Al-Quran), maka pahalanya lebih baik daripada ibadat satu tahun”.
Dalam hadist lain
dinyatakan :
Artinya : “Barang
siapa yang pergi untuk menuntut ilmu, maka dia telah termasuk golongan
sabilillah (orang yang menegakkan agama Allah) hingga ia sampai pulang
kembali”.
Mengapa menuntut
ilmu itu sangat tinggi nilainya dilihat dari segi ibadat?. Karena amal ibadat
yang tidak dilandasi dengan ilmu yang berhubungan dengan itu, akan sia-sialah amalnya.
Syaikh Ibnu Ruslan
dalam hal ini menyatakan : Artinya : “Siapa saja yang beramal (melaksanakan
amal ibadat) tanpa ilmu, maka segala amalnya akan ditolak, yakni tidak diterima
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pertama,
Islam adalah agama yang sangat menghargai dan menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.
Penghargaan ini dapat dibuktikan dalam ajarannya yang memerintahkan seluruh
umatnya untuk menuntut ilmu
Kedua,
Alloh s.w.t dalam Firmannya berjanji akan mengangkat derajat orang-orang yang
beriman dan berilmu pengetahuan jauh lebih tinggi di banding orang-orang yang
tidak beriman dan berilmu pengetahuan dengan beberapa derajat kemuliaan baik di
dunia maupun di akhirat
Ketiga, Kunci utama meraih kesuksesan di dunia dan akhirat adalah iman dan ilmu pengetahuan. Kemajuan dan bahkan martabat bangsa dan Negara sangat ditentukan oleh kemajuan ilmu pengetahuan manusianya.
Keempat,
Iman dan ilmu pengetahuan adalah dua hak yang tidak terpisahkan.
B.
SARAN
Dengan adanya makalah ini diharapkan para pembaca
memahami bagaimana mengetahui tanggung jawab ilmuan muslim. Selain itu, para
pembaca juga diharapkan mampu memahami bagaimana kedudukan dan kewajiban
ilmuwan dalam masyaraka,umat dan bangsa.. Akan tetapi makalah kami masih jauh
dari sempurna sehingga kritik dan saran dari pembaca sangat kami butuhkan
guna pembuatan makalah kami berikutnya yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Hadisaputra ihsan
.1981.Anjuran untuk Menuntut Ilmu Pengetahuan Pendidikan dan Pengalamannya .
Surabaya ; Al – Ikhlas
Http:\\www.geocities.com\broadway\4516\
-http://heri14yulianto.blogspot.com/2013/06/
-http://mindaudahedu.wordpress.com/2012/05/23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar