Minggu, 17 Mei 2015

epilog:iman,ilmu, dan amal sebagai pilar peradaban



BAB II
PEMBAHASAN

·        Pengertian Iman
Iman secara bahasa berarti tashdiq (membenarkan). Sedangkan secara istilah syar’i, iman adalah "Keyakinan dalam hati, Perkataan di lisan, amalan dengan anggota badan, bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan maksiat". Para ulama salaf menjadikan amal termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu iman bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang". Ini adalah definisi menurut Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Al Auza’i, Ishaq bin Rahawaih, madzhab Zhahiriyah dan segenap ulama selainnya.Dengan demikian definisi iman memiliki 5 karakter: keyakinan hati, perkataan lisan, dan amal perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang.
“Agar bertambah keimanan mereka di atas keimanan mereka yang sudah ada.”
—QS. Al Fath [48] : 4
Imam Syafi’i berkata, “Iman itu meliputi perkataan dan perbuatan. Dia bisa bertambah dan bisa berkurang. Bertambah dengan sebab ketaatan dan berkurang dengan sebab kemaksiatan.” Imam Ahmad berkata, “Iman bisa bertambah dan bisa berkurang. Ia bertambah dengan melakukan amal, dan ia berkurang dengan sebab meninggalkan amal.” Imam Bukhari mengatakan, “Aku telah bertemu dengan lebih dari seribu orang ulama dari berbagai penjuru negeri, aku tidak pernah melihat mereka berselisih bahwasanya iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang.


Kemudian penbgertian iman secara terminology, iman adalah 'aqdun bil qalbi, waiqraarun billisaani, wa'amalun bil arkaan yang artinya diyakini dengan hati diucapkan dengan lisan dan diwujudkan dengan amal perbuatan. Sedang berdasar akidah iman sering dikenal dengan istilah akidah, dimana akidah artinya ikatan "ikatan hati", maksudnya seseorang yang beriman mengikatkan hati dan perasaannya dengan sesuatu kepercayaan yang tidak lagi ditukarnya dengan kepercayaan lain.

Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia dikatakan bahwa:
“Iman secara bahasa berasal dari kata anamah yang berarti menganugrahkan rasa aman dan ketentraman, dan yang kedua masuk ke dalam suasana aman dan tentram, pengertian pertama ditunjukkan kepada Tuhan, karena itu salah satu sifat Tuhan yakni, al-Makmun, yaitu Maha Memberi keamanan dan ketentraman kepada manusia melalui agama yang diturunkan lewat Nabi. pengertian kedua dikaitkan dengan manusia. Seorang mukmin (orang yang beriman) adalah mereka memasuki dalam suasana aman dan tentram menerima prinsip yang telah ditetapkan Tuhan”.
Dan Kita telah mengetahui jawaban Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dalam hadits Jibril . Beliau juga menyebut hal-hal lain sebagai iman, seperti akhlak yang baik, bermurah hati, sabar, cinta Rasul Shalallaahu alaihi wasalam, cinta sahabat, rasa malu dan sebagainya. Itu semua adalah iman yang merupakan pembenaran batin.

Tidak ada sesuatu yang mengkhususkan iman untuk hal-hal yang bersifat batin belaka. Justru yang ada adalah dalil yang menunjukkan bahwa amal-amal lahiriah juga disebut iman. Sebagiannya adalah apa yang telah disebut Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam sebagai Islam.

Beliau telah menafsirkan iman kepada utusan Bani Abdil Qais dengan penafsiran Islam yang ada dalam hadits Jibril. Sebagaimana yang ada dalam hadits syu’abul iman (cabang-cabang iman). Rasululah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, "Yang paling tinggi adalah ucapan, La ilaha illallah dan yang paling rendah meyingkirkan gangguandari jalan."

Padahal apa yang terdapat di antara keduanya adalah amalan lahiriah dan batiniah. Sudah diketahui bersama bahwa beliau tidak memaksudkan hal-hal tersebut menjadi iman kepada Allah tanpa disertai iman dalam hati, sebagaimana telah dijelaskan dalam banyak dalil syar’i tentang pentingnya iman dalam hati.

Jadi syiar-syiar atau amalan-amalan yang bersifat lahiriah yang disertai dengan iman dalam dada itulah yang disebut iman. Dan makna Islam mencakup pembenaran hati dan amalan perbuatan, dan itulah islam (penyerahan diri) kepada Allah.

Berdasarkan ulasan tersebut maka dapat dikatakan, sesungguhnya sebutan Islam dan iman apabila bertemu dalam satu tempat maka Islam ditafsirkan dengan amalan-amalan lahiriah, sedangkan iman ditafsirkan dengan keyakinan-keyakinan batin. Tetapi, apabila dua istilah itu di-pisahkan atau disebut sendiri-sendiri, maka yang ditafsiri dengan yang lain.

Artinya Islam itu ditafsiri dengan keyakinan dan amal, sebagaimana halnya iman juga ditafsiri demikian. Keduanya adalah wajib, ridha Allah tidak dapat diperoleh dan siksa Allah tidak dapat dihindarkan kecuali dengan kepatuhan lahiriah disertai dengan keyakinan batiniah. Jadi tidak sah pemisahan antara keduanya.

Seseorang tidak dapat menyempurnakan iman dan Islamnya yang telah diwajibkan atasnya kecuali dengan mengerjakan perintah dan menjauhkan diri dari laranganNya. Sebagaimana kesempurnaan tidak mengharuskan sampainya pada puncak yang dituju, karena adanya bermacam-macam tingkatan sesuai dengan tingginya kuantitas dan kualitas amal serta keimanan. Wallahu a’lam!

Macam-Macam Iman
  Perlu dimengerti, bahwa iman seseorang kepada Allah ada tiga macam , yaitu :
1.   Iman taqlidi
2.   Iman tahqiqi
3.   Iman istidlali

Iman taqlidi Adalah mempercayai keesaan Allah SWT. Dengan cara taqlidi (mengikuti) keterangan ulam tanpa mengerti dalil atau pembuktian. Iman seperti ini rawan berubah akibat ulah orang-orang yang berusaha merusaknya.

                Iman Tahqiqi Adalah kemantapan hati pada keesaan Allah SWT. Yang jika ditentang atau diusik oleh siapapun, maka tak berubah sedikitpun.

                Iman Istidlali Adalah iman yang disertai bukti dari makhluk yang ada di ini membuktikan adanya yang mencipta, suatu bangunan menunjukan adanya yang membangun, kotoran unta menunjukan akan adanya unta, karena keberadaan sesuatu (akibat) tanpa sebab adanya sebab adanya pencipta adalah suatu yang tidak masuk akal (muhal).

Bentuk Keimanan
A.  Iman kepada Allah
Seseorang tidak dikatakan beriman kepada Allah hingga dia mengimani 4 hal: Mengimani adanya Allah. Mengimani rububiah Allah, bahwa tidak ada yang mencipta, menguasai, dan mengatur alam semesta kecuali Allah. Mengimani uluhiah Allah, bahwa tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengingkari semua sembahan selain Allah Ta’ala. Mengimani semua nama dan sifat Allah (al-Asma'ul Husna) yang Allah telah tetapkan untuk diri-Nya dan yang Nabi-Nya tetapkan untuk Allah, serta menjauhi sikap menghilangkan makna, memalingkan makna, mempertanyakan, dan menyerupakanNya.
B.  Iman kepada Malaikat-malaikat Allah
Mengimani adanya, setiap amalan dan tugas yang diberikan Allah kepada mereka. Hal tersebut juga dijelaskan dalam hadits riwayat Muslim tentang iman dan rukunnya. Dari Abdullah bin Umar, ketika diminta untuk menjelaskan iman, Rasulullah bersabda,“iman itu engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya dan hari akhir serta beriman kepada ketentuan (takdir) yang baik maupun yang buruk.”
Dalam hadits tersebut, percaya kepada malaikat merupakan unsur kedua keimanan dalam Islam. Percaya kepada malaikat sangatlah penting karena akan dapat memurnikan dan membebaskan konsep tauhid dari bayangan syirik.
C.  Iman kepada Kitab-kitab Allah
Mengimani bahwa seluruh kitab Allah adalah ucapan-Nya dan bukanlah ciptaanNya. karena kalam (ucapan) merupakan sifat Allah dan sifat Allah bukanlah makhluk. Muslim wajib mengimani bahwa Al-Qur`an merupakan penghapus hukum dari semua kitab suci yang turun sebelumnya.
D.  Iman kepada Rasul-rasul Allah
Mengimani bahwa ada di antara laki-laki dari kalangan manusia yang Allah Ta’ala pilih sebagai perantara antara diri-Nya dengan para makhluknya. Akan tetapi mereka semua tetaplah merupakan manusia biasa yang sama sekali tidak mempunyai sifat-sifat dan hak-hak ketuhanan, karenanya menyembah para nabi dan rasul adalah kebatilan yang nyata. Wajib mengimani bahwa semua wahyu kepada nabi dan rasul itu adalah benar dan bersumber dari Allah Ta’ala. Juga wajib mengakui setiap nabi dan rasul yang kita ketahui namanya dan yang tidak kita ketahui namanya.
E.  Iman kepada Hari Akhir
Mengimani semua yang terjadi di alam barzakh (di antara dunia dan akhirat) berupa fitnah kubur (nikmat kubur atau siksa kubur). Mengimani tanda-tanda hari kiamat. Mengimani hari kebangkitan di padang mahsyar hingga berakhir di Surga atau Neraka.
F.  Iman kepada Qada dan Qadar, yaitu takdir yang baik dan buruk
Mengimani kejadian yang baik maupun yang buruk, semua itu berasal dari Allah Ta’ala. Karena seluruh makhluk tanpa terkecuali, zat dan sifat mereka begitupula perbuatan mereka adalah ciptaan Allah.

Hakikat Iman

Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang jika disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada me-reka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benar-nya." (Al-Anfal: 2-4)

"Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rizki (nikmat) yang mulia." (Al-Anfal: 74)

Dalam ayat-ayat yang pertama Allah menyebutkan orang-orang yang lembut hatinya dan takut kepada Allah ketika namaNya dise-but, keyakinan mereka bertambah dengan mendengar ayat-ayat Allah. Mereka tidak mengharapkan kepada selainNya, tidak menyerahkan hati mereka kecuali kepadaNya, tidak pula meminta hajat kecuali ke-padaNya.

Mereka mengetahui, Dialah semata yang mengatur kerajaanNya tanpa ada sekutu. Mereka menjaga pelaksanaan seluruh ibadah fardhu dengan memenuhi syarat, rukun dan sunnahnya. Mereka adalah orang mukmin yang benar-benar beriman. Allah menjanjikan mereka derajat yang tinggi di sisiNya, sebagaimana mereka juga memperoleh pahala dan ampunanNya.

Kemudian dalam ayat yang kedua Allah menyifati para sahabat Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, baik Muhajirin maupun Anshar dengan iman yang sebenar-benarnya, karena iman mereka yang kokoh dan amal perbuatan mereka yang menjadi buah dari iman tersebut.

Telah kita ketahui bersama lafazh iman, baik secara bahasa maupun munurut istilah. Sebagaimana kita juga mengetahui bahwa madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah memasukkan amal ke dalam makna iman, dan bahwa iman itu bisa bertambah, juga bisa berkurang.

Bertambah karena bertambahnya amal shalih dan keyakinan dan berkurang karena berkurangnya hal tersebut. Kemudian kita juga mengetahui sebagian besar dalil-dalilnya.

Dasar Hukum Keimanan
Diantara dasar hukum yang disebut di dalam Al-Qur'an.
“Katakanlah (wahai orang-orang yang beriman): “Kami beriman kepada Allah dan kitab yang diturunkan kepada kami, dan kitab yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan kitab yang diberikan kepada Musa dan Isa serta kitab yang diberikan kepada nabi-nabi dari Rabb mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.”
—QS. Al-Baqarah: 136
“Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya.”
— QS. Al-Anbiya`: 19-20

Hadits Jibril, tentang seseorang yang bertanya kepada Nabi.
"“Beritahukan kepadaku tentang Iman”. Nabi menjawab,”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para RasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.” ...Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi bertanya kepadaku : “Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?” Aku menjawab,”Allah dan RasulNya lebih mengetahui,” Beliau bersabda,”Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian.”"
— HR Muslim, no. 8

Tahap dan Tingkat Keimanan
Keimanan sering disalahpahami dengan 'percaya', keimanan dalam Islam diawali dengan usaha-usaha memahami kejadian dan kondisi alam sehingga timbul dari sana pengetahuan akan adanya Yang Mengatur alam semesta ini, dari pengetahuan tersebut kemudian akal akan berusaha memahami esensi dari pengetahuan yang didapatkan. Keimanan dalam ajaran Islam tidak sama dengan dogma atau persangkaan tapi harus melalui ilmu dan pemahaman.
Implementasi dari sebuah keimanan seseorang adalah ia mampu berakhlak terpuji. Allah sangat menyukai hambanya yang mempunyai akhlak terpuji. Akhlak terpuji dalam islam disebut sebagai akhlak mahmudah.Beberapa contoh akhlak terpuji antara lain adalah bersikap jujur, bertanggung jawab, amanah, baik hati, tawadhu, istiqomah dll. Sebagai umat islam kita mempunyai suri tauladan yang perlu untuk dicontoh atau diikuti yaitu nabi Muhammad SAW. Ia adalah sebaik-baik manusia yang berakhlak sempurna. Ketika Aisyah ditanya bagaimana akhlak rosul, maka ia menjawab bahwa akhlak rosul adalah Al-quran. Artinya rosul merupakan manusia yang menggambarkan akhlak seperti yang tertera di dalam Al-quran
Tahap dan Tingkatan Iman serta Keyakinan

Tahap-tahap keimanan dalam Islam adalah:
·         Dibenarkan di dalam qalbu (keyakinan mendalam akan Kebenaran yang disampaikan)
·         Diikrarkan dengan lisan (menyebarkan Kebenaran)
·         Diamalkan (merealisasikan iman dengan mengikuti contoh Rasul)
Tingkatan Keyakinan akan Kebenaran (Yaqin) adalah:

·         Ilmul Yaqin (yaqin setelah menyelidikinya berdasarkan ilmu) contoh ---- seperti keyakinan orang amerika yang masuk islam setelah membuktikan AL QUR'AN dengan ILMU PENGETAHUAN
·         'Ainul Yaqin (yaqin setelah melihat kebenarannya hasilnya baik berupa mu'zizat , karomah dll ) contoh --keyakinan Bani israil yaqin setelah melihat mu'zizat dari nabinya
·         Haqqul Yaqin (yaqin yang sebenar-benarnya meskipun belum dibuktikan dengan ilmu dan belum melihat kebenarannya) contoh -- yakinnya para sahabat RA kepada nabi MUHAMMAD.SAW pada peristiwa ISRA' MIRAJ meskipun tidak masuk akal(berdasarkan ilmu) dan tidak seorang sahabat pun melihat kejadian itu , namun mereka tetap meyakini peristiwa itu .

Hubungan antara Iman, Ilmu dan Amal

Fenomena ini banyak mengelirukan segolongan kita yang kadang kala terperangkap dalam himpitan kalam-kalam yang cuba membawa suatu motif tertentu. Iman, Ilmu, Amal. Sebuah trilogi yang tidak dapat di pisahkan. Saling terkait. Iman tanpa ilmu, sesat. Ilmu tanpa Amal, sesat. Amal tanpa ilmu, taklid.
Secara susunan nya kadang kala ia terlalu dipertikai akan kepentiangan untuk menyusun nya. Ada menyatakan ilmu itu dahulu dari iman , dan ada menyatakan iman dahulu dari amal. Apapun yang pasti ketiga ini berkait antara satu sama lain. Kita akan membahas pengertian dari ketiganya terlebih dahulu sebelum beranjak pada pembahasan korelasi diantara ketiganya.

·         Pengertian Iman
Iman pula melahirkan penyaksian mata hati (musyahadah) terhadap ketuhanan Allah s.w.t pada setiap pandangan kepada segala perkara. Allah s.w.t berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman! Tetapkanlah iman kamu kepada Allah dan Rasul-Nya… (Ayat 136 : Surah an-Nisaa’)
Sabda rasulullah :
“Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa iman”…. [HR. Ath-Thabrani]

Ayat di atas ditujukan kepada orang yang sudah beriman. Mereka sudah pun beriman tetapi masih digesa supaya beriman. Iman pada tahap permulaan berdasarkan dalil-dalil dan pembuktian. Kemudian mereka diajak pula kepada iman dengan penyaksian mata hati, menyaksikan Rububiyah yang tidak pernah berpisah daripada ubudiyah. Tanpa penyaksian terhadap Rububiyah segala amal tidak berguna kerana orang yang beramal menisbahkan amal itu kepada dirinya sendiri, sedangkan tiada yang melakukan sesuatu melainkan dengan izin Allah s.w.t, dengan Kudrat dan Iradat-Nya, dengan Haula dan Kuwwata-Nya. Himpunan amal sebesar gunung tidak dapat menandingi iman yang sebesar zarah. Orang yang beriman dan menyaksikan Rububiyah pada segala perkara dan semua amal itulah orang yang memperolehi nikmat yang sempurna lahir dan batin, kerana hubungannya dengan Allah s.w.t tidak pernah putus. Orang inilah yang berasa puas dengan berbuat taat kepada Allah s.w.t dan berasa cukup dengan-Nya, kerana tiada Tuhan melainkan Allah s.w.t dan tidak berlaku sesuatu perkara melainkan menurut ketentuan-Nya. Apa lagi yang patut dibuat oleh seorang hamba melainkan taat kepada-Nya dan menerima keputusan-Nya.
Kesimpulannya iman merupakan penentu sah sesuatu amalan seorang hamb a yang mengaku iman kepadaNYA.

 
Ø  Pengertian Ilmu
Ilmu sesuatu yang sering diutamakan. Tidak dipelihara dengan baik. Kadang ilmu hanya dijadikan sesuatu yang nisbi. Ada tapi tidak ada atau Tidak ada tetapi ada? Tetapi yang pasti adalh ilmu itu satu kewajiban yang tidak boleh di pertikai karena terdapat bukti dan dalil yang pasti semua mengetahuinya.
Akhir-akhir ini satu fenomena yang ditemui, yang membuat kita ketahui bahawa kadang-kadang seseorang tidak faham dengan ilmu yang dipelajarinya. Untuk apa ilmu itu digunakan? Akan bagaimana bila mengamalkan ilmu itu? Fenomena klasik, tapi tetap membuat kita tidak habis berfikir.
Belajar, mencari ilmu kadang di jadikan formula belaka. Karena barulah, harga diri, atau bahkan desakan dari pihak orang lain, orang tua, suami, isteri, desakan majikan ,dan lain-lain lagi. Pada akhirnya ilmu tidak meresapi dalam diri. Tidak meninggalkan bekas. Bahkan mungkin, tidak menjadikan diri lebih baik. 


Pentingnya menuntut Ilmu dalam Islam dan Mengamalkannya

Menuntut Ilmu Sejarah pernah mencatat, bahwa imperium Utsmaniyah pernah memiliki peranan yang menentukan dalam percaturan dunia. Bahkan dakwah Islamiyah pernah sampai ke Wina. Sehingga masyarakat barat menjadi tidak tenang. Itu semua bisa terjadi karena umat Islam di waktu itu membekali diri dengan ilmu pengetahuan, di samping memperkokoh keimanan. Bahkan sejarah pernah pula mencatat, bahwa kemajuan peradaban Islam di Eropa, khususnya di Spanyol, tidak terlepas dari ajaran Islam, yang menjunjung tinggi dan mengagungkan ilmu pengetahuan. Kemajuan barat, tidak bisa dipisahkan dari kontribusi Islam. Sebagaimana diungkapkan oleh para ilmuwan mereka dengan tegas mengatakan, bahwa bangsa eropa sangat beruntung dan berhutang budi dengan kedatangan Islam. Banyak ilmu pengetahuan yang ditemukan dan kemudian diadopsinya. Kesan juga diungkapkan oleh ilmuwan barat lainnya, bahwa ilmu pengetahuan yang dibawa Islam, menjadi inspirasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan modern barat. Saat itulah izzul Islam wal muslimin (kemulyaan Islam dan kaum muslimin) dirasakan oleh dunia. Ini merupakan rahmat besar. Hidup dengan ilmu pengetahuan, disegani dan dihormati oleh bangsa lain. Ini sebagai bukti bahwa Islam adalah agama yang merupakan aturan hidup yang sempurna yang datang dari Allah SWT.

Islam sebagai agama rahmatan lil ‘aalamiin. Telah mensyariatkan dan mewajibkannya kepada umatnya untuk menuntut ilmu dan mengamalkannya melalui wahyuNya yang pertama kali turun yakni iqra’ (bacalah). Artinya ini perintah untuk belajar dan menuntut ilmu. (QS At Taubah : 122, Az Zumar : 9 ).

Kata “ilmu” di dalam Al Qur’an dengan berbagai bentuknya terulang sebanyak 854 kali. Artinya agama Islam memberi perhatian besar kepada manusia untuk membekali diri dengan ilmu, dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah untuk beribadah kepadaNya dan sebagai khalifatullah di muka bumi ini. Oleh karena itu, Rasulullah SAW mewajibkan kepada semua umatnya untuk menuntut ilmu. Sebagaimana sabdanya : thalabul ilmi fariidhotun ‘alaa kulli muslimin wa muslimatun (mencari ilmu itu wajib bagi muslim laki-laki maupun perempuan). Beliau juga mempunyai kebijakan untuk mendorong umatnya terus belajar dan belajar. Misalnya ketika kaum muslim berhasil menawan sejumlah pasukan kaum musyrikin dalam perang Badar. Dengan cara menawarkan mereka, jika mau bebas mereka harus membayar tebusan, atau mengajar baca tulis kepada warga Madinah. Kebijakan ini sungguh cukup strategis, karena mempercepat terjadinya transformasi ilmu pengetahuan di kalangan kaum muslimin.

Kita sebagai orang tua, harus menjadi teladan di tengah keluarga kita masing-masing. Sebagai orang tua juga mendorong penuh agar keluarga kita untuk menuntut ilmu, jangan sampai kita telantarkan mereka. Jangan membiarkan mereka menjadi generasi yang lemah. (An Nisa’ : 9, Maryam : 59).

Di akhirat nanti jangan sampai anak isteri kita menggugat di pengadilan Ilahi, hanya karena kita tidak pernah menjadi teladan yang baik, di rumah tangga. Hanya karena kita tidak pernah memberi dorongan kepada keluarga untuk hadir di majlis ilmu untuk menuntut ilmu. Allah SWT berfirman dalam surah At Tahrim : 6 yang maknanya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. 


Menuntut ilmu itu adalah bagian dari ibadah. Menuntut ilmu itu adalah suatu kemuliyaan. Allah SWT akan mengangkat derajat dan kedudukan orang yang menuntut ilmu. Dan Allah akan mudahkan jalan menuju surga orang yang menuntut ilmu. Allah berfirman dalam surah Al Mujadilah : 11 yang maknanya : Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Rasululah SAW bersabda : man salaka thoriqon yaltamisu fiihi ilman, sahalallahu lahu bihi thoriiqon ilal jannah (barang siapa berjalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga).

Menuntut ilmu disamping ibadah, juga merupakan jihad. Yakni jihad melawan kebodohan. Jihad melawan keterbelakangan. Maka di sinilah diperlukan kesungguhan yang luar biasa. Sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW : man khoroja fii tholabil ilmi fahuwa fii sabiilillah (barang siapa yang keluar untuk menuntut ilmu maka dia pada jalan Allah). Ilmu adalah cahaya yang menerangi dan menerangi hidup ini. Ilmu adalah petunjuk, sedang kebodohan adalah kegelapan dan kesesatan. (QS Al Maidah : 15-16), yang maknanya : Hai ahli Kitab, Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. Ilmu adalah alat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Bagaimana kita akan mengenal Allah kalau kita tidak pernah membekali diri dengan ilmu. Ilmu sekaligus juga sebagai petunjuk keimanan dan beramal sholih. Dengan menuntut ilmu berarti kita telah meneladani sifat Allah yang Mulia yakni Al Aliim. Bukankah kita diperintakan untuk berakhlak dengan akhlak Allah. Allah telah memberi anugerah kepada penuntut ilmu dengan rahmah dan maghfirohNya. Sehingga energi yang dimiliki oleh orang aliim, diharapkan mampu meningkatkan kualitas manusia dan menjawab berbagai persoalan manusia. Kesesuaian Antara Ilmu dan Amal

Selayaknya seorang penuntut ilmu antusias untuk mengamalkan ilmu yang telah didapatkannya, sebagaimana antusias dia dalam mencari tambahan ilmu baru. Karena tujuan pokok menuntut ilmu adalah untuk diamalkan. Mengamalkan ilmu juga menjadi pertanda atas nikmat Allah berupa ilmu, yang dengannya Allah akan menambahkan ilmu sebagai ziyadah (tambahan) nikmat atasnya, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu,” (QS. Ibrahim: 7)

Maka barang siapa yang mensyukuri nikmat ilmu dengan amal, niscaya Allah akan menambah nikmat berupa ilmu. Sebagaimana yang dikatakan oleh Abdul Wahid bin Zaid, “Barangsiapa yang mengamalkan ilmunya, maka Allah akan membuka baginya ilmu yang belum diketahui sebelumnya.”

Orang yang hanya sibuk mencari ilmu namun tidak berusaha mengamalkannya, seperti orang yang mencari uang, namun ia tidak mampu membelanjakannya, lalu apa gunanya dia mencari uang?

Abdullah bin Mubarak berkata, “Orang yang berakal adalah, seseorang yang tidak melulu berpikir untuk menambah ilmu, sebelum dia berusaha mengamalkan apa yang telah dia miliki, Maka dia menuntut ilmu untuk diamalkan, karena ilmu dicari untuk diamalkan.

Tentu saja penekanan beliau adalah motivasi untuk mengamalkan ilmu yang telah dimiliki, bukan mengerem atau menjatuhkan semangat untuk menambah ilmu. Bagaimanapun, kita tetap harus senantiasa menuntut ilmu dan terus berusaha mengamalkan ilmu. Tidak dibenarkan juga seseorang yang tidak sudi menuntut ilmu dengan alasan takut akan tuntutannya. Karena berarti dari awal dia sudah tidak memiliki niat untuk mengamalkan ilmu. Akhirnya ia menjadi orang yang bodoh dari ilmu dan kosong dari amal. Tepat sekali jawaban sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, ketika seseorang kepada beliau, “Sebenarnya aku ingin mencari ilmu, tapi aku takut menyia-nyiakannya (yakni takut tuntutan mengamalkannya).” Maka beliau berkata, “Cukuplah kamu dikatakan menyia- nyiakan ilmu jika kamu tidak mau belajar.

Para ulama memandang, seseorang tidak dikatakan alim (orang yang berilmu) kecuali setelah mengamalkan ilmu yang dimilikinya “Innamal ‘aalim, man ‘amila bimaa ‘alim.”(sungguh orang yang yang alim itu adalah orang yang mengamalkan ilmunya) Imam asy-Sya’bi juga berpendapat bahwa orang yang faqih adalah orang yang benar-benar menjauhi segala yang diharamkan Allah SWT dan alim adalah orang yang takut kepada Allah SWT. Jika kita menengok para ulama salaf dan para Imam yang bertabur ilmu, akan kita dapatkan bahwa mereka bukan sekedar ahli ilmu, tapi juga ahli ibadah. Bukan sekedar ibadah yang wajib dan yang tampak, tapi juga ibadah yang sunnah dan yang tersembunyi.

Seperti Imam Abu Hanifah rahimahullah. Beliau biasa menghidupkan separuh malamnya. Hingga pada suatu hari beliau melewati suatu kaum, dan beliau mendengar mereka berbisik, “Orang ini (yakni Abu Hanifah), menghidupkan malam semuanya untuk ibadah.” Maka Abu Hanifah berkata, “Sungguh! Aku malu kepada Allah, jika aku disebut-sebut dengan sesuatu yang tidak aku lakukan.” Lalu setelah itu beliau selalu menghidupkan malamnya semua.

Imam asy-Syafi’I berkata : “Sudah sepantasnya seorang penuntut ilmu itu memiliki suatu rahasia antara dia dengan Allah, yakni berupa amal shalih, tidak hanya mengandalkan banyaknya ilmu namun sedikit harapannya untuk akhirat.” 
·           Pengertian Amal

Amal merupakan satu aplikasi yang hasil dari gabungan ilmu dan iman kerana kebenaran iman dapat di lihat amal soleh seseorng .Allah bersumpah demi sesungguhnya manusia itu rugi andai beriman tanpa amal
Allah SWT berfirman, "Demi masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran." (Surah Al-Asr : 1-3).
“Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa iman”…. [HR. Ath-Thabrani]
Berdasarkan bukti dan dalil di atas tidak sempurna iman dan ilmu seseorng itu melainkan dengan disulami dengan amal yang terhasil kefahaman dari ilmu ,dan penyatuan yang hadir hasil penyaksian bahawa ianya benar dan hasilnya , anggota badan itu yang bergerak demi merealisasikan ilmu dan iman dengan amal nya .


Setelah kita mengetahui pengertian dari iman, ilmu dan amal. Sekarang saatnya kita mengetahui korelasi diantara ketiganya.
Tentang hubungan antara iman dan amal, demikian sabdanya,“Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa iman”…. [HR. Ath-Thabrani] kemudian dijelaskannya pula bahwa, “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”…. [HR. Ibnu Majah dari Anas, HR. Al Baihaqi] Selanjutnya, suatu ketika seorang sahabatnya, Imran, berkata bahwasanya ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, amalan-amalan apakah yang seharusnya dilakukan orang-orang?". Beliau Saw. menjawab: "Masing-masing dimudahkan kepada suatu yang diciptakan untuknya"…. [HR. Bukhari] “Barangsiapa mengamalkan apa yang diketahuinya, niscaya Allah mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya.”…. [HR. Abu Na’im] ”Ilmu itu ada dua, yaitu ilmu lisan, itulah hujjah Allah Ta’ala atas makhlukNya, dan ilmu yang di dalam qalb, itulah ilmu yang bermanfaat.” …. [HR. At Tirmidzi] ”Seseorang itu tidak menjadi ‘alim (ber-ilmu) sehingga ia mengamalkan ilmunya.” …. [HR. Ibnu Hibban]
Sekali peristiwa datanglah seorang sahabat kepada Nabi Saw. dengan mengajukan pertanyaan:
”Wahai Rasulullah, apakah amalan yang lebih utama ?” Jawab Rasulullah Saw.: “Ilmu Pengetahuan tentang Allah ! ” Sahabat itu bertanya pula “Ilmu apa yang Nabi maksudkan ?”. Jawab Nabi Saw.: ”Ilmu Pengetahuan tentang Allah Subhanaahu wa Ta’ala ! ” Sahabat itu rupanya menyangka Rasulullah Saw salah tangkap, ditegaskan lagi “Wahai Rasulullah, kami bertanya tentang amalan, sedang Engkau menjawab tentang Ilmu !” Jawab Nabi Saw. pula “Sesungguhnya sedikit amalan akan berfaedah bila disertai dengan ilmu tentang Allah, dan banyak amalan tidak akan bermanfaat bila disertai kejahilan tentang Allah”[HR. Ibnu Abdil Birr dari Anas]
Kejahilan adalah kebodohan yang terjadi karena ketiadaan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, kualiti amal setiap orang menjadi sangat berkaitan dengan keimanan dan ilmu pengetahuan karena ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Rabb mereka kerana keimanannya … QS.[10]:9. Ilmu pengetahuan tentang Allah Subhanaahu wa Ta’ala adalah penyambung antara keimanannya dengan amalan-amalan manusia di muka bumi ini. Sebagaimana kaedah pengaliran iman yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. bahwasanya iman adalah sebuah tashdiq bi-l-qalbi yang di ikrarkan bi-l-lisan dan di amalkan bil arkan …Dengan itu di simpulkan bahawa kita jangan memisah ketiga komponen yang telah kita perhatikan tadi , kerana pemisahan setiap komponen menjadikan islam itu janggal dan susah dan sukar.





·         Karakteristik dan Sifat Seseorang yang Beriman
Perbedaan dari orang yang beriman dengan yang belum beriman dapat kita bedakan. Mulai dari fisiknya dan yang paling menonjol adalah tingkah lakunya di dalam masyarakat. Dalam Al-quran sendiri telah dijelaskan bagaimana orang yang beriman terebut seperti dalam surat An-Nissa ayat 59
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad) dan Ulil Amri (pemerintah) diantara kamu kemudian jika kamu berlainan pendapat tentag sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (Sunnahnya), Jika kamu orany yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Iman adalah sebuah pilar yang dengannya tegaklah hujah atas fitrah seseorang kepada Rabbnya, dalam hal penyembahan, penciptaan, pengagungan nama dan sifat-sifatNya. Dan tidaklah seseorang dikatakan beriman dengan keimanan yang sempurna, kecuali dengan keyakinan hati, atas diri perkataan dan perbuatanNya kepada Sang Khaliq atas pengesaanNya, keberadaanNya, wujudNya, tentang apa-apa yang disifati tentang diriNya, tanpa penyimpangan nalar dan nafsu yg mengelabui jiwa serta menutup hati seseorang dalam hal wujud penyembahan, sebagai realisasi keyakinannya.
Dan ketahuilah bahwasanya iman layaknya air yg terkadang pasang surut tak menentu, dikarenakan sifatnya yang kebaikan dan ketaatan,  serta menolak segala keburukan sebagai lawan bagi dirinya yang dapat membuatnya jatuh dari ketinggiannya(ihsan) ataupun turun perlahan (futur). Intinya iman dibangun atas enam perkara, sebagaimana rasulullah s.a.w. sabdakan dalam hadits jibril yg panjang
“…………dan ia (jibril) berkata ‘beritakan padaku apa itu iman?’ maka beliau s.a.w. bersabda’engkau beriman keepada Allah,malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, hari akhir, dan takdir baik dan takdir buruk.” (riwayat;Muslim dari Umar bin Khathab) dan ia juga mempunyai ciri ataupun sifat sebagai wujud dari keyakinan (itiqad) itu sendiri, yang tergambar melalui perkataan serta perbuatan berupa keislaman seseorang. Sebagaimana rasulullah s.a.w. sabdakan dari Abdur rahman-Abdullah ibnu Umar r.a. ia berkata’rasulullah s.a.w. bersabda ‘islam di bangun atas lima perkara’syahadati allailaha illalahu,Muhammad rasulullah,mendirikan shalat, menunaikan zakat haji kebaitullah, dan saum ramadhan.” (bukhari-muslim). Dan beliau s.a.w juga bersabda “iman mempunyai tujuhpuluh cabang ata enam puluh cabang lebih.yg tertiggi bersaksi bahwa tiada tuhan selain ALLAH,dan yg terendahmenyingkirkan duri dari jalan.dan malu sebagian dari pada iman.”(hadits melalui  Abu Hurairah riwayat;(bukhari-muslim). Dan sabdanya, dari Anas r.a. dari rasulullah s.a.w. bahwasanya beliau bersabda “ada tiga perkara apabila terdapat pada diri seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman.’mencintai Allah dan rasulNya melebihi cintanya kepada yang lainNya mencintai karena Allah, dan benci menjadi kafir kembali setelah Allah melepaskanya dari kekafiran,sebagaiman bencinya ia di lemparkan kedalam neraka.” (Muslim). Sebagaimana makna kafir dan syirik,iman dan islam juga mempunyai hubungan yang terpisah dan terkait. Artinya,tidaklah keimanan itu terwujud kecuali dengan perkataan dan perbuatan(islam). Namun keimanan juga berdiri sendiri,ketika perkataan dan perbuatan terlepas darinya. Sebagaimana Allah kabarkan dalam Q.S.Al-Hujurat :14 yg artinya “orang-orang arab badui berkata’kami telah beriman.’katakanlah(kepada mereka)’kamu belum beriman,’tetapi katakanlah’kami telah tunduk(islam)’karena iman belum masuk dalam hatimu.” Intinya, seseorang bisa terlihat melaksanakan keimanan berupa perkataan dan perbuatan (keislaman) namun bathinnya menolak (munafik) kita berlindung kepada Allah s.w.t  dari hal yg demikian. Sebagaimana Allah kabarkan dalam Q.S.Al-Maidah: 41 yg artinya “wahai rasul (Muhammad) janganlah kamu di sedihkan oleh mereka yang berlomba-lomba dalam kekafirannya..yaitu orang-orang munafik yang mengatakan dengan mulut mereka’kami telah beriman’. Padahal hati mereka belum beriman.”  Bisa juga seseorang hanya mengakui dengan hatinya saja tentang keimanan serta semua konsekuensinya, namun ia tidak melaksanakan apa-apa yg di perintahkan, dikarenakan hawa nafsu ataupun syaithan. Yang seperti ini bisa dikatakan murtad (keluar dari islam) sebagaimana yg rasulullah s.a.w. sabdakan, dari Ubadah bin Shamit r.a. ia berkata “rasulullah s.a.w.  mewasiatkan pada kami, janganlah kalian menyekutukan Allah dengan sesuatupun, janganlah kalian meninggalkan shalat dengan sengajaa.barang siapa yg meninggalkan dengan sengaja,maka ia telah keluar dari millah (agama)”. (riwayat Al-Haitsami dalam majma 4/216 dan Al-Hakim dalam al-mustadrak). Dan dalam hadits yg lain, dari Buraidah bin Hasib ia berkata:  aku mendengar nabi s.a.w. bersabda “perjanjian kami dengan mereka(kafir) adalah shalat. maka barangsiapa yang meninggalkannya maka ia telah kafir.” (Ahmad 5/346 , Thirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majjah). Sedangkan orang yngg telah melaksanakan iman dan islamnya, namun ia tidak memiliki sifat-sifat lainnya, dengan kata lain ia seorang yang melakukan dosa-dosa, maka ia disebut orang pendosa atau dengan kata lain fasik. Dimuka telah di sebutkan bahwasanya inti dari keimanan terkait dengan islam yang telah di sebutkan dalam dua hadits sebelumnya (diriwayatkan dari Umar bin Khathab dan Ibnu Umar bin Khathab r.a.) kini kami akan menguraikan ciri-ciri ataupun bagian iman itu sendiri. Adapaun ciri-cirinya sebagai berikut:
1.    Orang-orang yg beriman mereka adalah orang-orang yang jika di bacakan ayat-ayat Allah menerima dengan lapang dada serta mengikutinya. Sebagaimana telah Allah kabarkan dalam Q.S.Al-Anfaal:2 yang artinya “sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya. Dan apabila di bacakan ayat-ayatNya kepada mereka, bertamabah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal.” ini merupakan cermin dari ketinggian iman seseorang, sebagaimana rasulullah s.a.w. sabdakan dalam hadits jibril yg panjang “………..(jibril brtkata)khabarkanlah kepadaku tentang ihsan?,’rasulullah s.a.w bersabda :”engkau beribadah kepada ALLAHseakan-akan engkau melihatNYA,meski engkautidak akan bisa melihatNYA,namun IA melihatmu .”(bukhari,dari umar bin khathab r.a.)
2.   Mereka orang-orang yg selalu taat jika diperintahkan kepada Allah dan rasulNya, sebagaimana imanNya “hanya ucapan orang-orang mukmin, yang  apabila mereka diajak kepada Allah dan rasulNya agar rasul memutuskan (perkara) diantara mereka, mereka berkata “kami mendengar dan kami taat.’ dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” Q.S.An-NUUR: 51. Dan rasulullah s.a.w menerangkan dalam sabda beliau, dari Abi ‘Amri waqil abi ‘amrah sufyan ibnu Abdullah r.a. ia bertanya ‘ya rasulullah beritahukan kepadaku suatu dalam islam yang tidak aku akan tanyakan untuk yang lainnya?,maka rasulullah s.a.w bersabda:’katakanlah’aku beriman kepada ALLAH, kemudian beristiqamahlah.” (riwayat Muslim)’ dan sabdanya dari Abu  Hurairah ‘AbdiRahman shakhri r.a  ia berkata’aku mendengar rasulullah s.a.w bersabda:”apa-apa yang aku larang untuk kalian maka jauhilah, dan apa-apa yang aku perintahkan untuk kalian maka laksanakanlah semampu kalian. Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kalian adalah banyak bertanya dan menyelisihi para nabi mereka.’ (riwayat Bukhari-Muslim). Dan sabdanya, dari Tamim  Ibnu Aus adari r.a dari nabi s.a.w. beliau bersabda “agama itu nasehat. Kami bertanya,untuk siapa?, beliau s.a.w menjawab untuk (kepada) Allah, kepda kitabNya, kepada rasulNya, dan kepada pemimpin dan kaum muslimin keseluruhannya.” (muslim). Dalam hadits yang lainnya disebutkan dari Jabir r.a ia berkata ’apabila rasulullah s.a.w berkutbah kedua matanya memerah, suaranya kelihatan sangat marah, seakan-akan beliau seorang panglima yg kejam,seraya bersabda “hati-hatilah dari pagi hingga sore musuh mengancam.selanjutnya beliau bersabda’’aku diutus sedangkan hari kiamat itu bagaikan dua jari ini,sambil mensejajarkan jari telunjuk dan jari tengah.beliau bersabda’ketahuilah sebaik-baik ucapan adalah Kitabullah. Sebaik-baik petunjiuk adalah petunjuk Muhammad s.a.w.dan seburuk-buruk  perkara agama sepenuggalku adalah sesuatu yang baru yang diada-adakan. Dan sesuatu yang baru itu disebut bid’ah. San setiap bid’ah itu sesat.,’ Selanjutnya beliau bersabda ’ aku lebih utama di banding orang mu’min yg lain.” (muslim). Dan dalam hadits lain disebutkan dari Abu Tsa’labah al-Jursum ibnu Nasyir r.a ,dari nabi s.a.w beliau bersabda “sesungguhnya ALLAH telah mewajibkan kewajiban-kewajiban, maka janganlah kalian sia-siakan. Dan Dia telah menentukan hokum-hukum (had/pidana) maka janganlah kalian melanggarnya. Dan mengharamkan banyak hal, maka janganlah kalian melanggarnya. Dan Dia juga mendiamkan banyak hal karena kasihan kepada kalianbukannya lupa, maka jangan kalian cari-cari.” (hadits hasan riwayat Thabrani)
3.   Mereka orang-rang yang beriman selalu khusuk dalam menjalani peritah Allah, sebagaimana firmanNya “orang-orang yang beriman mereka kepada ayat-ayat kami, hanyalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengannya (ayat-ayat kamimenyungkur sujud, dan bertasbih serta memuji Tuhannya. Dan mereka tidak menyombongkan diri.”Q.S .As-Sajdah:15.
4.   Orang-rang yang beriman adalah mereka yang tidak sombong dan membanggakan diri, serta jujur amanah. Sebagai mana Allah kabarkan tentang sifat-sifat mereka, dalam Q.S.Al-Furqan: 72-73 yang artinya “dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berguna, mereka berlalu dengan menjaga kehormatan dirinya. Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidak bersikap sebagai orang-orang yang tuli dan buta.” Dan firmanNnya “adapun hamba-hamba tuhan yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan dimuka bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang tak dia suka) mereka mengucapkan “salam” Q.S.Al-Furqan:63. Rasulullah menerangkan tentang mereka dengan sabanya dari Abu Hurairah r.a ia berkata “rasulullah s.a.w bersabda ‘ tanda kebaikan seorang muslim adalah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat bagi dirinya.” (riwayat Thirmidzi, dan lainnya).
5.   Mereka orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang tidak berloyalitas kepada orang kafir. Sebagaimana firmanNya “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan teman orang-orang yang diluar kalanganmu (seagama) sebagai teman kepercayaanmu. (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharap kehancuranmu. Sungguh telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi dihati mereka lebih jahat. Sungguh telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat (kami) jika kamu mengerti.” Q.S. Ali-Imran 118. Dan firmanNya “ wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu mentaati orang-orang yang kafir, niscaya mereka akan mengembalikan kamu kebelakang (murtad) maka kamu akan kembali menjadi orang yang rugi.’” Q.S.Ali—Imran:149. Dan firmanNya “wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu jadikan bapak-bapakmu dan saudara-saudaramu sebagai pelindung, jika mereka menyukai kekafiran dari pada keimanan. Barang siapa diantara kamu yg menjadikan mereka pelindung, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” Q.S At-Taubah:23.
6.   Mereka orang-orang yang beriman, adalah mereka yang jika diseru untuk berjihad, mereka menyanggupinya, tanpa alasan dan lain-lain. Sebagaimana firmanNya “ Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang yang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang dijalan Allah, sehingga mereka membunuh atau terbunuh,(sebagai) janji yang benar dari Allah didalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung. Mereka itulah orang-orang yang bertaubat, beribadah, memuiji Allah, mengembara (demi ilmu agama), rukuk, sujud, menyuruh berbuat yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan yang memelihara hokum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang yang beriman.” Q.S.At-Taubah:111-112. Dan firmanNya “ dan di antara manusia ada orang-orang yang mengorbankan dirinya untuk mencari keridhoan Allah. Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambanya.”Q.S Al-Baqarah:207. Tentang jihad ini rasulullah s.a.w. menerangkan dalam sabdanya, yang diriwayatkan dari Abu Musa Abdullah bin Qais Al-Asy’ary r.a ia berkata ’rasulullah s.a.w pernah ditanya, manakakah yang termasuk berperang di jalan Allah? apakah berperang karena keberanian, kesukuan, ataukah berperang karena ‘ria’? rasulullah s.a.w bersabda “ siapa saja yang berperang agar kalimat llah terangkat, maka itulah berperang dijalan Allah ( jihad riwayat:muslim-bikhari). Dan sabdanya, dari Abu Tsabits (Abu Sa’id/Abu WalidSahl bin Hunaif) ia adalah orang yang ikut perang badar, rasulullah s.a.w bersabda “barang siapa yang benar-benar memohon mati syahid kepada Allah ta’ala niscaya Allah akan mengabulkannya, ke tingkat orang yang mati syahid, walaupun ia mati diatas tempat tidur.” (riwayat Muslim). Dan sabdanya dari Abu Abdurrahman Zaid bin Khalid Al-Juhainy r.a ia berkata’rasulullah s.a.w bersabda:”siapa saja yang menyediakan perbekalan perang dijalan ALLAH, maka ia disamakan  dengn berperang. Dan barang siapa yang tidak ikut berperang lalu menjaga baik-baik keluarga yang ditinggalkan orang yang ikut berperang berarti ia ikut berperang.” (riwayat Bukhari dan Muslim). Dan sabdanya pula,’dari Abu Baqar Ash-Shidiq r.a. ia berkata’rasulullah s.a.w bersabda “tidaklah sebuah kaum meninggalkan jihad, melainkan Allah akan meratakan adzab kepada mereka”. (al-albany dalam ash-shahiah 2663). Dan sabdanya, dari Ibnu Mas’ud r.a. ia berkata’ aku bertnya kepada rasulullah s.a.w, amal apalah yang paling utama?’ beliau menjawab ”shalat tepat pada waktunya.” Kemudian amala apalagi? ’beliau s.a.w. bersabda ”berbakti kepada orang tua” kemidian apa lagi?’ beliau bersabda’berjihad di jalan Allah”. (riwayat Bukhari dan Muslim)
7.   Orang-orang yang beriman mereka orang-orang yang tidak bakhil, serta mereka berinfak mengharapkan wajah Allah, sebagaimana yang Allah kabarkan dalam Q.S. Al-Insan:8-9 yang artinya “dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sambil berkata’ sesungguhnya kami memberikan makanan kepadamu hanyalah karena mengharapkan keridhoaan Allah, kami tidak mengharapkan balasan dan terima kasih darimu. Dan firmanNya “dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka,dan merekamenginfakkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada mereka.” Q.S.AL-Insan:38.
8.   Orang-orang yang beriman mereka adalah orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar. Sebagaimana firmanNya “ dan juga bagi orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah segera memberi maaf”Q.S.Asy-Syura:37. Dan firmanNya “orang-orang yang memelihara kemaluannya. Kecuali terhadap istri-istri mereka, atau terhadap hamba sahaya yang mereka miliki. Dan sesungguhnya mereka tidaklah tercela.” Q.S.Al-Ma’arij:29-30
9.   Mereka orang-orang yang beriman adalah orang-orang menyuruh kebaikan, dan menjaga diri dari perbuatan yang sia-sia, serta selalu mengingat Allah, dan beristigfar. Sebagaimana firmanNya dalm Q.S Al-A’araf:199-201, yang artinya “jadilah pemaaf, dan suruhlah orang mengerjakan yg ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. Dan jika syaithan datang menggodamu, maka berlindunglah kepad Allah, sungguh Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui. Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa, apabila mereka dibayangi pikiran jahat (berbuat dosa) dari syaithon, merekapun segera ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat (kesalahnan-kesalahannya).
10.  Mereka orang-orang yang beriman yang selalu (menjaga) shalat malam mereka (tahajud) sebagai tambahan dan ketaatan mereka kepada Allah dan rasulNya s.a.w,sebagaimana yg Ia kabarkan dalam Q.S.Az-Zariat:17-18, yang artinya “ mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam, dan pada akhir malam mereka memohon ampun.”
11. Mereka orang-orang yang beriman adalah mereka yang selalu bertawakal kepada Allah, dan menyerahkan urusan mereka kepada Allah. Sebagaimana yang Ia kabarkan dalam Q.S Yunus:84-85, yang artinya “ dan Musa berkata’wahai kaumku! apabila kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepadaNya, jika kamu benar-benar orang muslim (berserah diri) ’. Lalu mereka berkata’ kepada Allahlah kami bertawakal. Ya Rabb janganlah engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi kaum yang zalim. Dan Allah s.w.t befirman yang artinya “hanya kepadaMulah aku menyembah. Dan hanya kepadaMulah aku memohon pertolongan.”Q.s. AL-Fatihah:4. 
12. Orang beriman adalah mereka orang-orang yang tawadhu dan berusaha berbuat baik, karena mereka bertanggung jawab kepada Rabbnya, tanpa penilaian sesuatu pun yang mengikutinya, meski manusia bertingkat-tingkat keadaan dan kedudukan dimataNya. Dengan sifat tawadhu yang dimiliki seseorang, niscaya ia akan menjaga dan terjaga dirinya dari perbuatan yang tidak baik. Sebagaimana yang dikabarkan dalam firmanNya “adapun hamba-hamba Tuhan yang maha pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka(dengan kata-kata yang menghina) mereka mengucapkan salam(keselamatan).Q.S Al-Furqan:63.
Sebagai penutup keimanan adalah perkara yang khusus yang perlu penjabaran dan keterangan panjang dan terperinci. Tidaklah seseorang yang beriman harus mempunyai keyakinan yang mantap dan kokoh dalam pendirian tentang keimanannya. Terlebih lagi ia yg benar-benar jujur dalam keimanannya, Tidak menyembuyikan kebencian sedikitpun terhadap syariat yang meski di jaga dan di jalani, serta tidak membenci orang-orang yang berada diatasnya, baik dengan pekataan maupun perbuatan. Dan syariat dan hokum-hukum telah jelas dan terperinci telah diterangkan dan dijabarkan melalui lisan rasulullah s.a.w , para shahabat r.a serta para ulama yang mengikutinya hingga akhir zaman. Sebagai akhir akan disebutkan beberapa hadits tentang selamatnya seseorang yang beriman dari kekalnya siksaan api neraka. Hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al- Khudri r.a bahwa rasulullah s.a.w bersabda
 Musa a.s. berkata;’ya, rabbi, ajarkanlah kepadaku sesuatu yang dapatku gunakan untuk mengingatMU dan berdoa kepadaMu’.Allah s.w.t berfirman “ucapkanlah wahai Musa, ‘Lailahaillallah’ Musa berkata’ya,rabbi apakah setiap hamba-hambamu mengucapkannya?’Allah .s.w.t berfirman’wahai Musa, sekiranya langit yang tujuh dengan segala isinya berserta bumi yang tujuh berada pada satu mangkuk timbangan, dan Lailahaillallah berada padamangkuk timbangan yg lainnya,maka Lailahaillallah dapat mengalahkannya.” (riwayat Ibnu Hibban, Al-Hakim).

Arti Peradaban

            Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan dua arti peradaban; 1) kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir batin: bangsa-bangsa di dunia ini tidak sama tingkat perdabannya; dan 2)hal yang menyangkut sopan santun, budi bahasa, dan kebudayaan suatu bangsa. 
             Peradaban dalam bahasa Arab disebut dengan al hadhârah atau al tamaddun atau al ‘umrân. Menurut Ibnu Khaldun, al hadhârah adalah sebuah periode dari kehidupan sebuah masyarakat yang menyempurnakan periode primitif (al badâwah)dari masyarakat itu, karena al hadhârah adalah puncak dari al badâwah.  
Dia juga menyebutnya dengan al tamaddun dan al ‘umrân;

ولهذا نجد التمدن غاية للبدوي يجري اليها  

فمتى كان العمران اكثر كانت الحضارة اكمل، كما ان الحضارة في العمران ايضا

Kata ‘umrân ini digunakan dalam Qur’an.
           Dr. Muhammad Kâdzim Makki menyebutkan beberapa elemen dan kriteria peradaban;
1)    Khazanah kemanusiaan. Artinya setiap masyarakat manusia mempunyai cara tersendiri dalam memperoleh kenyamanan hidup mereka, dalam mempertahankan kelangsungan hidup mereka dan dalam berinteraksi sosial dan komunikasi, dimulai dari yang sangat primitif sampai dengan yang modern.   
2)    Akal (pengetahuan) sebagai ciri yang paling menonjol dari peradaban. Akal adalah yang membedakan manusia dari binatang. Dengannya manusia terus mengalami perkembangan yang tiada henti.
3)    Eksperimen (tajribah) sejarah. Setiap generasi dari sebuah masyarakat  mewarisi cara hidup dari generasi sebelumnya dan mencoba mengembangkan warisan itu, karena tidak mungkin satu generasi tiba-tiba menciptakan penemuan tanpa pengetahuan atau pengalaman yang diwarisinya dari generasi sebelumnya..
4)    Struktur geografis. Sebuah peradaban pada satu masyarakat sangat dipengaruhi oleh keadaan geografis yang meliputinya.  

            Berdasarkan keterangan Kâdzim Makki, maka setiap masyarakat dan bangsa mempunyai peradaban tersendiri, namun yang satu lebih maju dari yang lain, karena perbedaan elemen-elemen tersebut.



Nabi saw. Merubah Peradaban Jahiliyyah ke Peradaban Islam
             Sebenarnya peradaban merupakan bagian dari fitrah manusia. Artinya setiap manusia ingin maju dan berkembang demi kenyamanan dan kesejahteraan hidup mereka, baik dalam kehidupannya yang bersifat individual maupun sosial. Para Nabi as. berperan meluruskan arah kemajuan yang diinginkan manusia agar tidak menyimpang ke arah yang membahayakan kehidupan mereka. Berkenaan dengan ini, Imam Ali bin Abi Thalib as. berkata, “
“ Lalu (Allah) mengutus di tengah mereka rasul-rasulNya dan nabi-nabiNya dari satu zaman ke zaman yang lain untuk menagih janji fitrahNya, mengingatkan nikmat-nikmatNya tang terlupakan, menyempurnakan tabligh dan membangkitkan kekuatan-kekuatan akal yang terpendam “ 
             Ketika Nabi saw. lahir dan sebelum diangkat menjadi Nabi, bangsa Arab sudah mempunyai peradaban, demikian pula bangsa di sekitar semenanjung Arabia; Byzantium Timur dan Persia. Tetapi pada saat yang sama, beliau menyaksikan prilaku bangsa Arab yang tidak sesuai dengan akal sehat dan hati nurani. Dekadensi Moral dan kedzaliman meraja lela di mana-mana. Sehingga beliau sering menyendiri di gua Hira’. Kebiasaan menyendiri itu dilakukan beliau bertahun-tahun sampai beliau diangkat menjadi Nabi dengan turunnya lima ayat pertama dari surat al ‘Alaq. Setelah itu, beliau diperintahkan untuk memperbaiki dan meluruskan kaumnya.
             Dalam pandangan Nabi saw. kehidupan yang maju dan nyaman tidak mungkin  ditegakan di atas pengetahuan santis-empiris belaka, tetapi juga di atas moral dan iman. Peradaban yang berlandaskan kemajuan pengetahuan santis-empirisi tidak akan membawa ke kehidupan yang nyaman dan bahagia. Kaum Tsamud, ‘Âd dan raja Fir’aun dari sisi pengetahuan saintis-empiris pada masa mereka sangat maju dan mengundang decak kagum manusia modern sekarang ini. Demikian pula Byzantium dan Persia telah membangun peradaban berlandaskan pengetahuan saintis-empiris begitu maju pada masanya.Namun peradaban mereka itu dibangun di atas penderitaan orang-orang lemah dan memakan ratusan ribu nyawa yang tidak berdosa.
              Nabi saw. memahami kenyataan itu dan meresapi kehidupan yang tidak adil itu. Peradaban seperti itu dianggap sebagai peradaban jahiliyyah. Untuk itu, beliau ingin merekonstruksi peradaban menjadi peradaban yang memberikan rasa keadilan dan kenyamanan.

Pilar-Pilar Peradaban Islam

               Sebelum membahas pilar-pilar peradaban Islam, perlu dijelaskan bahwa harus dibedakan antara peradaban Islam dengan peradaban Arab. Arab sebagai bangsa, baik bangsa Arab klasik, seperti Tsamud, ‘Ad dan Quraisy, atau bangsa Arab setelah Islam, mempunyai peradaban tersendiri. Seperti halnya, barat sebagai bangsa, baik Barat pada masa Romawi kuno, atau Barat modern, mempunyai peradaban tersendiri, mekipun agama terkadang memberikan pengaruh terhadap peradaban mereka. Peradaban mereka, Arab, Barat dan bangsa lain, mengalami jatuh-bangun dan jaya-surut. Jatuh-bangun peradaban mereka tergantung sejauh mana mereka menjaga empat elemen peradaban, yang telah disebutkan oleh Kâdzim Makki; peradaban mereka dibangun berdasarkan khazanah kamanusiaan, pengetahuan, pengalaman, dan struktur geografis mereka.
               Sementara peradaban Islam dibangun di atas nilai-nilai yang turun dari Allah swt. Ketika sebuah bangsa dapat menyerap dan melaksanakan nilai-nilai itu, maka bangsa itu membangun peradaban Islam. Peradaban yang dibangun tidak di atas nilai-nilai Ilâhi dianggap sebagai peradaban jahiliyyah, meskipun maju dalam hal pengetahuan saintis-empirisnya.
               Dengan demikian, adalah salah kaprah jika peradaban Islam dibandingkan dengan perdaban Barat, sehingga muncul penilaian, Manakah di antara keduanya yang lebih tinggi ?, karena perbedaan antara keduanya bersifat vertikal. Yang satu berlandaskan nilai-nilai Ilâhi dan yang lain berlandaskan empat elemen tersebut. Menjadi tepat jika perbandingan itu antara peradaban Barat dengan peradaban Arab atau negara Islam, yang perbedaannya bersifat horisontal.
Oleh karena sumber utama Islam adalah Qur’an dan Hadis, maka untuk mengetahui apa saja nilai-nilai yang menjadi pilar peradaban Islam, kita harus kembali ke dua sumber itu.

1. Ilmu Pengetahuan.
               Sebuah peradaban tidak bisa dipisahkan dari pengetahuan. Pengetahuan adalah syarat pertama dan utama bagi majunya sebuah bangsa. Tanpa pengetahuan sebuah bangsa akan tertinggal, bahkan akan binasa. Menurut Muhammad Taqi Misbah dan Muhammad Baqir Shadr bahwa berpengetahuan merupakan sesuatu yang aksioma (badîhî) dan tidak perlu dipertanyakan lagi, apalagi diperdebatkan, karena ia bagian dari ciri yang paling utama bagi manusia, atau menurut Muthahhari, berpengetahuan adalah bagian dari fitrah manusia.
               Qur’an banyak mengajak manusia agar merenungi benda-benda yang ada di jagat raya dan menantang manusia untuk menyibak rahasia-rahasia alam semesta. Misalnya ayat yang berbunyi,” Hai kelompok jin dan manusia, jika kalian sanggup menembus lorong-lorong langit dan bumi, maka tembuslah. Kalian tidak dapat menembusnya kecuali dengan sulthan “.Sebagian ahli tafsir menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘sulthan ‘ dalam ayat ini adalah ilmu pengetahuan.
               Meskipun Nabi saw., menurut sebagian, seorang yang ummi (buta huruf), tetapi beliau menyuruh para sahabatnya agar belajar baca-tulis, karena kemampuan membaca dan menulis adalah syarat bagi majunya seseorang dan sebuah masyarakat. Setelah perang Badar berakhir, dan kaum Muslimin menahan sejumlah orang Musyrik Mekkah, beliau bersabda, “ Barangsiapa dari para tahanan ada yang mengajarkan baca-tulis kepada sepuluh pemuda dan anak-anak Anshar, maka dia dibebaskan tanpa diminta uang tebusan “.
              Pada masa beliau, para sahabat menjadi orang-orang yang pandai membaca dan menulis. Itu merupakan prestasi tersendiri bagi bangsa Arab yang tidak begitu memperhatikan masalah baca-tulis.
               Beliau juga sangat apresiatif terhadap pengalaman dan eksperimen orang dan bangsa lain. Beliau mempraktekkan usulan Salman al Farisi untuk membuat parit besar dalam perang Khandaq, sesuatu yang lazim dilakukan oleh pasukan Persia ketika perang menghadapi musuh. Lebih dari itu, beliau menekankan pentingnya belajar dari usia dini sampai akhir hayat, meski dengan menempuh jarak yang sangat jauh.
              Perhatian terhadap pengetahuan dan penekanan yang kuat terhadap belajar merupakan ciri yang paling menonjol dalam ajaran Islam. Hal itu menunjukkan betapa Nabi saw. ingin membangun masyarakat yang cerdas dan pandai.
Sejak memeluk Islam, bangsa Arab berubah jati dirinya dari sebuah bangsa yang terbelakang dan tidak dipertimbangkan oleh Romawi dan Persia menjadi bangsa yang disegani dan dihormati karena ilmu pengetahuan.

2. Tauhid dan Iman
              Pilar peradaban Islam yang lain adalah tawhid dan iman. Dalam Qur’an disebutkan,
“ Jika penduduk kota itu beriman dan betaqwa, niscaya Kami buka di atas mereka berkat dari langit dan bumi “.
             Hakikat tauhid dan iman kepada Allah swt. adalah membebaskan manusia dari belenggu-belenggu penghambaan kepada selain Allah. Dalam ucapan “ Tiada tuhan selain Allah “ terdapat pesan yang jelas bahwa ketundukan dan penghambaan hanya kepada Allah swt. Dalam pandangan orang yang beriman, selain Allah swt. tidak punya hak untuk disembah dan ditunduki, dan ia memandang seluruh keberadaan selainNya sama seperti dirinya sebagai hamba.
            Diriwayatkan bahwa Dihyah al Kalbi, seorang sahabat Nabi, diperintahkan oleh Nabi saw.untuk membawa surat kepada Kaisar Romawi. Pada waktu itu, setiap orang yang akan menghadapi Kaisar diharuskan sujud dihadapannya. Dihyah dengan tegas menolak itu dan berkata,”Aku datang kepadamu untuk membebaskan manusia dari menyembah selain Allah dan hanya menyembah Tuhan segala tuhan”.
             Islam tidak hanya membebaskan manusia dari segala kekuatan eksternal saja, selain Allah, tetapi juga membebaskan manusia dari kekuatan internal, yaitu hawa nafsu.Karena dalam banyak ayat dan hadis diterangkan bahwa hawa nafsu cenderung ke keburukan dan kehancuran.
            Disinilah letak perbedaan antara peradaban Islam dengan peradaban lainnya, termasuk peradaban Barat. Peradaban Barat secara khsusus dibangun di atas pilar ilmu pengetahuan rasional-empiris yang notabene materialistik, sama dengan peradaban yang pernah ada sebelumnya. Tidak terpikirkan dalam benak mereka, jika mereka tidak bersentuhan dengan agama apapun, bahwa peradaban yang dibangun tanpa tawhid dan iman, sehingga mengikuti hawa nafsu, justru akan menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Peradaban demikian biasanya tidak lepas dari kerakusan, kebebasan tanpa kendali dan dekadensi moral. Dan pada akhirnya ia menuju ke kehancuran.
             Pada dasarnya, Nabi Muhammad saw. dengan bimbingan Allah swt. merubah peradaban yang bersifat jahiliyyah menjadi peradaban Islam yang tegak di atas ilmu pengetahuan dan iman. Qur’an sendiri mengumpamakan,” orang-orang beriman seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, dan tunas itu menjadikan tanaman itu kuat, kemudian besar dan tegak lurus di atas pokoknya, sehingga menyenangkan hati para penanamnya”.
            Muthahhari dalam mengomentari ayat ini berkata, “Sungguh betapa agung contoh yang digambarkan Allah tentang kaum Muslimin pada masa permulaan Islam. Inilah contoh yang mengarah kepada perkembangan dan kesempurnaan. Inilah contoh bagi orang-orang Mukmin yang senantiasa bergerak menuju kemajuan dan kesempurnaan”.
              Sejarah Islam pada masa itu adalah saksi akan kehebatan peradaban Islam. Will Durant, seperti yang dikutip oleh Muthahhari, berkata dalam bukunya, The Story of Civilization, “ Tidak ada peradaban yang lebih mengagumkan seperti perdaban Islam”.

















BAB III
PENUTUP

Ø  Kesimpulan

Berdasar penjabaran yang telah disampaikan, bahwa keimanan manusia telah Allah tulisakan dalam Al-Quran dan telah disebutkan pula As-Sunnah. Tingkat keimanan seseorang berbeda-beda. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa keimanan seorang dapat berubah menjadi lebih baik melalui beberapa tingkat, mulai dari dasar hingga tingkatan yang lebih tinggi. Namun karena keimanan seseorang dari hati, terkadang iman ini dapat naik ataupun turun. Tetapi, apabila masing-masing dari kita dapat beristiqomah insyallah iman kita akan tetap terjaga.

Ø  Saran

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan terutama mengenai tata bahasa dan juga refrensi. Juga kita sebagai mahasiswa semester awal menyadari akan kekurangan itu. Maka, penulis berharap apabila terdapat kesalahan mohon dimaklumi dan dimaafkan karena keterbatasan penulis. Juga kritik ataupun saran, sangat diharapkan agar di kemudian hari dapat menghasilkan makalah maupun karya tulis yang lebih baik.










Daftar Pustaka









Tidak ada komentar:

Posting Komentar