BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian IPTEKS
Ilmu dalam bahasa Arab `ilm berarti memahami,
mengerti atau mengetahui. `Ilm menurut bahasa berarti kejelasan, karena itu
segala kata yang terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan.
Misalnya: `alam (bendera), `ulmat (bibir sumbing), a`lam (gunung-gunung), `alamat
(alamat), dan sebagainya. Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang segala
sesuatu.
Ilmu atau sains memiliki arti lebih spesifik
yaitu usaha mencari pendekatan rasional dan pengumpulan fakta-fakta empiris,
dengan melalui pendekatan keilmuan akan didapatkan sejumlah pengetahuan atau
juga dapat dikatakan ilmu adalah sebagai pengetahuan yang ilmiah.
Menurut Jan Hendrik Rapar menjelaskan bahwa
pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) adalah pengetahuan yang diperoleh
lewat penggunaan metode-metode ilmiah yang lebih menjamin kepastian kebenaran
yang dicapai Pengetahuan yang demikian dikenal juga dengan sebutan science.
Teknologi adalah penerapan ilmu-ilmu dasar
untuk memecahkan masalah guna mencapai suatu tujuan tertentu, atau dapat
dikatakan juga teknologi adalah ilmu tentang penerapan ilmu pengetahuan untuk
memenuhi suatu tujuan.
Teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan
yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk
memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat
diambil kesimpulan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi adalah suatu cara
menerapkan kemampuan teknik yang berlandaskan ilmu pengetahuan dan berdasarkan
proses teknis tertentu untuk memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan
terpenuhinya suatu tujuan.
B. Paradigma
Pendidikan Muhammadiyah
Menurut KH. Ahmad Dahlan, upaya strategis
untuk menyelamatkan umat islam dari pola berpikir yang statis menuju pada
pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Pendidikan hendaknya
ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat. Upaya
mengaktualisasikan gagasan tersebut maka konsep pendidikan KH. Ahmad Dahlan ini
meliputi :
a.
Tujuan Pendidikan
Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan islam
hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti
luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta
bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut
merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat
itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu
sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan utnuk menciptakan individu yang salih
dan mengalami ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda
merupakan pendidikan sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agma sama sekali.
Akibat dialisme pendidikan tersebut lahirlah dua kutub intelegensia : lulusan
pesantren yang menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan sekolah
Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama.
Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan
berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu
yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta dunia
dan akhirat. Bagi KH. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-umum,
material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan
satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan mengajarkan
pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.
b. Materi pendidikan
Berangkat dari tujuan pendidikan tersebut KH.
Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum atau materi pendidikan hendaknya
meliputi:
1) Pendidikan moral, akhalq
yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al-Qur’an
dan As-Sunnah.
2) Pendidikan individu, yaitu
sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang
berkesinambungan antara perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan
intelek serta antara dunia dengan akhirat.
3) Pendidikan kemasyarakatan
yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup
bermasyarakat.
c.
Model Mengajar
Di dalam menyampaikan pelajaran agama KH.
Ahmad dahlan tidak menggunakan pendekatan yang
tekstual tetapi konekstual. Karena pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan
atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan
kondisi.
1) Cara belajar-mengajar di
pesantren menggunakan sistem Weton dan Sorogal, madrasah Muhammadiyah
menggunakan sistem masihal seperti sekolah Belanda.
2) Bahan pelajaran di
pesantren mengambil kitab-kitab agama. Sedangkan di madrasah Muhammadiyah bahan
pelajarannya diambil dari buku-buku umum.
3) Hubungan guru-murid. Di
pesantren hubungan guru-murid biasanya terkesan otoriter karena para kiai
memiliki otoritas ilmu yang dianggap sakral. Sedangkan madrasah Muhammadiyah
mulai mengembangkan hubungan guru-murid yang akrab.
Analisis Paradigma Pendidikan pada Gerakan
Muhammadiyah
Melihat pemikiran
pendidikan pada gerakan Muhammadiyah saat itu memang telah mengadakan integrasi
antara ilmu agama dengan ilmu umum, Ahmad Dahlan telah mampu mengintegrasikan
ilmu agama dengan ilmu umum, di sekolah-sekolah umum. Melihat perkembangan yang
seperti itu dan menoleh pada suatu konteks modernitas yang saat ini terjadi
maka perlu adanya sebuah inovasi dalam bentuk pengembangan sebuah lembaga
pendidikan Muhammadiyah agar tidak kolot dan ketinggalan jaman. Seperti yang
kita ketahui lembaga pendidikan yang dibawah naungan organisasi Muhammadiyah
sangatlah banyak mengalami penurunan baik pada pendidik ataupun peserta
didiknya. Oleh karena itu harus mampu menyeimbangkan dengan tuntutan
perkembangan zaman saat ini seperti mengajarkan IPTEK kepada pendidik dan
peserta didiknya. Menyelenggarakan studi atau kajian tentang arah baru model
pendidikan Muhammadiyah termasuk kurikulum dan perangkat-perangkatnya.
a. Menyelenggarakan studi atau
kajian tentang standar profesionalisme guru dan lulusan atau kompetensi peserta
didik
b. Menyelenggarakan diklat MBS
bagi penyelenggara sekolah
c. Mengembangkan TI bagi
proses dan pengelolaan pendidikan.
d. Menyelenggarakan tugas
belejar dan diklat bagi guru dalam rangka meningkatkan kualitas, kualifikasi
dan profesionalisme guru.
e. Dengan desentralisasi
pendidikan, dimungkingkan menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga lain dalam
rangka meningkatkan mutu sekolah, namun demikian harus relevan dengan kondisi
global dan kebutuhan daerah serta merata pada masyarakat setempat.
Berdasarkan uraian
sebagaimana terdapat pada pembahasan diatas bahwa berbagai inovasi dalam
pendidikan Muhammadiyah bukanlah sesuatu hal yag mustahil tetapi harus terus
dikembangkan dan diberikan apresiasi yang setingi-tingginya, selama inovasi
tersebut tidak melanggar undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku
serta dalam rangka memperbaiki model-model pendidikan yang ada. Dalam
pengembangannya, implementasi dari berbagai inovasi dibutuhkan kajian yang
serius dan mendalam agar siapapun yang terlibat dalam pendidikan maupun
masyarakat Indonesia akan memperoleh keuntungan dari inovasi tersebut.
C. Pandangan Islam Tentang IPTEKS
Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dunia kini telah dikuasai peradaban Barat, kesejahteraan dan
kemakmuran material yang dihasilkan oleh perkembangan Iptek modern tersebut
membuat banyak orang mengagumi kemudian meniru-niru dalam gaya hidup tanpa
diseleksi terlebih dulu terhadap segala dampak negatif dimasa mendatang
atau krisis multidimensional yang diakibatkannya. Islam tidak
menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga tidak anti terhadap
barang-barang produk teknologi baik dimasa lampau, sekarang maupun yang akan
datang.
Dalam pandangan Islam, menurut hukum asalnya
segala sesuatu itu mubah termasuk segala apa yang disajikan berbagai peradaban,
semua tidak ada yang haram kecuali jika terdapat nash atau dalil yang tegas dan
pasti, karena Islam bukan agama yang sempit. Adapun peradaban modern
yang begitu luas memasyarakatkan produk-produk teknologi canggih seperti
televisi vidio alat-alat komunikasi dan barang-barang mewah lainnya serta
menawarkan aneka jenis hiburan bagi tiap orang tua, muda atau anak-anak yang
tentunya alat-alat itu tidak bertanggung jawab atas apa yang diakibatkannya,
tetapi menjadi tanggung jawab manusia yang menggunakan dan
mengopersionalkannya. Produk iptek ada yang bermanfaat manakala manusia
menggunakan dengan baik dan tepat dan dapat pula mendatangkan dosa dan
malapetaka manakala digunakannya untuk mengumbar hawa nafsu dan kesenangan
semata.
Islam tidak menghambat kemajuan Iptek, tidak
anti produk teknologi, tidak akan bertentangan dengan teori-teori pemikiran
modern yang teratur dan lurus, asalkan dengan analisa-analisa yang teliti,
obyekitf dan tidak bertentangan dengan dasar al-Qur`an.
D. Potensi Manusia (Jasmani dan
Rohani) dalam Pengembangan IPTEKS
POTENSI YANG
DIMILIKI MANUSIA
Dalam berbagai literature, khususnya dibidang filsafat
dan antropologi dijumpai berbagai pandangan para ahli tentang hakekat manusia.
Sastraprateja, misalnya mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang historis.
Hakikat manusia itu sendiri adalah suatu sejarah, suatu peristiwa yang
semata-mata datum. Hakikat manusia hanya dilihat dalam perjalanan sejarahnya,
dalam sejarah perjalanan bangsa manusia. Saatraprateja lebih lanjut mengatakan,
bahwa apa yang kita peroleh dari pengamatan kita atas pengamatan manusia adalah
suatu rangkaian anthtropoligical constans, yaitu dorongan-dorongan dan
orientasi yang dimiliki manusia.
Lebih lanjut, Sastraprateja menambahkan ada
sekurang-kurangnya 6 anthtropoligical constans
yang dapat di tarik dari pengalaman umat manusia, yaitu:
1. Relasi manusia dengan
kejasmanian, alam, dan lingkungan ekologis
2. Keterlibatan dengan
sesama
3. Keterkaitan dengan
srtuktur sosial dan institional
4. Ketergantungan
masyarakat dan kebudayaan pada waktu dan tempat,
hubungan timbal balik
antara teori dan praktis.
5. Kesadaran religious dan
para religious
6. Merupakan satu sintesis
dan masing-masing saling mempengaruhi.
Keenam masalah tersebut tampak merupakan rangkaian
kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan oleh manusia, yang secara umum dapat
dikatakan bahwa dalam beresksistensinya manusia tidak bisa melepaskan dari
ketergantungannya pada orang lain.
Dr. Alexis Carrel (seorang peletak dasar-dasar
humaniora di Barat ) mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang misterius,
karena derajat keterpisahan manusia dari dirinya berbanding terbalik dengan
perhatiannya yang demikian tinggi terhadap dunia yang ada luar dirinya. Pendapat ini menunjukkan
tentang betapa sulitnya memahami manusia secara tuntas dan menyeluruh. Sehingga
setiap kali seseorang selesai memahami dari satu aspek tentang manusia, maka
muncul pula aspek yang lainnya.
Manusia memiliki kemampuan yang tinggi untuk beradaptasi
dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupannya, baik perubahan social maupun
perubahan alamiah. Manusia menghargai tata aturan etik, sopan santun, dan
berbagai makhluk yang berbudaya. Manusia tidak liar, baik secara social maupun
alamiah.
Manusia yang baru lahir dari perut ibunya masih sangat
lemah, tidak berdaya dan tidak mengetahui apa-apa. Untuk menjadi hamba Allah
yang selalu menyembah-Nya dengan tulus dan menjadi khalifah-Nya dimuka bumi,
anak tersebut membutuhkan perawatan, bimbingan dan
pengembangan segenap potensinya kepada tujuan yang benar. Ia harus dikembangkan
segala potensinya kearah yang positif melalui suatu upaya yang disebut
sebagai al-Tarbiyah, al-Ta’dib, al-Ta’lim atau yang kita kenal
dengan “pendidikan”.
Karena pendidikan yang mengarahkan ke arah perkembangan
yang optimal maka pendidikan dalam mengembangkannya harus memperhatikan
aspek-aspek kepentingan yang antara lain :
1. Aspek Pedagogis
Dalam hal ini manusia dipandang sebagai makhluk yang disebut
‘Homo Educondum’ yaitu makhluk yang harus didik. Inilah yang membedakannya
dengan makhluk yang lain. Jadi disini pendidikan berfungsi memanusiakan manusia
tanpa pendidikan sama sekali, manusia tidak dapat menjadi manusia yang
sebenarnya.
2. Aspek Psikologis
Aspek ini memandang manusia sebagai makhluk yang disebut
‘Psychophyisk Netral’ yaitu makhluk yang memiliki kemandirian (selftandingness)
jasmaniahnya dan rohaniah. Didalam kemandirian itu manusia mempunyai potensi
dasar yang merupakan benih yang dapat tumbuh dan berkembang.
3. Aspek Sosiologis Dan
Kultural
Aspek ini memandang bahwa manusia adalah makhluk yang
berwatak dan berkemampuan dasar untuk hidup bermasyarakat.
4. Aspek Filosofis
Aspek ini manusia adalah makhluk yang disebut ‘Homo
Sapiens’ yaitu makhluk yang mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan.
Manusia sebagai makhluk paedagogik membawa potensi dapat
dididik dan dapat mendidik. Sehingga dengan potensi tersebut mampu menjadi
khalifah di bumi, pendukung dan pengembang kebudayaan. Ia dilengkapi dengan
fitrah Allah berupa keterampilan yang dapat berkembang, sesuai dengan
kedudukannya sebagai makhluk yang mulia.
Fitrah manusia dapat tumbuh dan berkembang dengan baik
melalui pendidikan. Oleh karena itu pendidikan Islam bertugas membimbing dan
mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan fitrah manusia tersebut sehingga
terbentuk seorang yang berkepribadian muslim. Potensi dasar tersebut atau lebih
dikenal dengan istilah fitrah harus terpelihara dan berkembang dengan baik.
Sebab tugas pendidikan adalah menjadikan potensi dasar itu lebih berdaya guna,
berfungsi secara wajar dan manusiawi.
Dalam pandangan lain, Pendidikan merupakan upaya manusia
yang diarahkan kepada manusia lain dengan harapan mereka, ini berkat pendidikan
(pengajaran) itu kelak menjadi manusia yang shaleh, yang berbuat sebagai mana
yang seharusnya diperbuat dan menjauhi apa yang tidak patut dilakukannya.
HUBUNGAN FITRAH DENGAN
PENDIDIKAN
Sebelum kita melihat hubungan fitrah dengan pendidikan
maka dilihat dulu dari segi pengertian.
1. Fitrah adalah : kemampuan
dasar yang ada pada diri seseorang yang harus dikembangkan secara optimal.
2. Pendidikan adalah : usaha
sadar orang dewasa untuk mengembangkan kemampuan hidup secara optimal, baik
secara pribadi maupun sebagai anggota masyarakat serta memiliki nilai-nilai
religius dan sosial sebagai pengarah hidupnya.
Dapat disimpulkan bahwa hubungan fitrah dengan pendidikan
adalah potensi yang ada atau kemampuan jasmani dan rohaniah yang dapat
dikembangkan tersebut. Pendidikan merupakan sarana (alat) yang menentukan
sampai dimana tiitk optimal kemampuan-kemampuan tersebut untuk mencapainya.
Keutuhan terhadap pendidikan bukan sekedar untuk mengembangkan
aspek-aspek individualisasi dan sosialisasi, melainkan juga mengarahkan
perkembangan kemampuan dasar tersebut kepada pola hidup yang ukhawi. Oleh
karena itu diperlukan atau keharusan pendidikan.
Potensi fitrah yang diberikan Allah itu, menurut Abdullah
Nashih Ulwan sebagi “fitrah tauhid” aqidah iman kepada Allah dan atas dasar
kesucian yang tidak ternoda. Menurut H.M. Arifin, fitrah adalah suatu
kemampuan dasar manusia yang dianugerahkan Allah kepadanya, yang di dalamnya
terkandung berbagai komponen psikologis yang satu sama lain saling berkaitan
dan saling menyempurnakan bagi hidup manusia.
Seiring dengan lajutnya pertumbuhan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, peranan pendidikan akan menjadi semakin penting.
Karena di samping kemajuan ilmu pengetahuan yang menuntut sumber daya manusia
yang berkualitas (khalifah Allah dibumi). Juga pendidikan berperan sebagai
pengarah dari lajunya perkembangan pengetahuan itu sendiri, sehingga hasil
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu tidak akan merusak nilai
manusia itu sendiri.
Al-Quran sebagai tumpuan dasar hidup dan kehidupan
manusia dan sekaligus sumber ajaran Islam memuat begitu banyak segi kehidupan.
Begitu banyak yang tercakup dalam ayat-ayatnya, baik yang tersirat maupun yang
tersurat, dari perihidup kemanusiaan sampai menerobos
keberbagai bidang ilmu pengetahuan.
Salah satu yang terpenting dalam ajaran Islam adalah
pendidikan, yang merupakan faktor fundamental dalam kehidupan manusia, telah
menjadi salah satu bidang yang tercakup dalam kandungan ayat-ayat suci al-Quran
dan bahkan menjadi topik yang utama. Sebab Rasulullah sendiri diutus oleh Allah
untuk mengajarkan dan mendidik manusia untuk dapat mengenal Allah dan Rasulnya.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang dibekali
dengan berbagai potensi atau fitrah yang tidak dimiliki makhluk lainnya.
Potensi istimewa ini dimaksudkan agar mengemban dua tugas utama, yaitu sebagai
khalifah di muka bumi dan juga untuk beribadah kepada Allah SWT. Manusia dengan
berbagai potensi tersebut membutuhkan suatu proses pendidikan, sehingga apa
yang akan diembannya dapat terwujud. Pendidikan islam bertujuan untuk
mewujudkan manusia yang berkrebadian muslim baik secara lahir maupun batin,
mampu mengabdikan segala amal perbuatannya untuk mencari keriddhaan Allah SWT.
Pendidikan Islam harus menggunakan al-Quran sebagai sumber utama dalam
merumuskan berbagai teori tentang pendidikan Islam. Dengan kata lain,
pendidikan Islam harus berlandaskan ayat-ayat al-Quran yang penafsirannya dapat
dilakukan berdasarkan ijtihad disesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan.
Dengan demikian, hakikat cita-cita Pendidikan Islam adalah
melahirkan manusia-manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan, satu sama lain
saling menunjang. Fitrah adalah potensi diri manusia untuk lebih baik. Itulah
sebabnya potensi untuk menjadi lebih baik pada diri kita senantiasa dodorong
dan dibangkitkan. Banyak sekali orang selalu optimis, sehingga berbagai masalah
dan rintangan mampu dihadapi dengan gembira yang akhirnya mampu membuat
orang-orang disekitarnya termotivasi untuk meningkatkan kualitas hidup. Fitrah
erat kaitannya dengan citra manusia yang merupakan gambaran tentang diri
manusia yang berhubungan dengan kualitas-kualitas asli manusiawi. Kualitas
tersebut merupakan sunnah Allah yang ada pada manusia sejak ia dilahirkan.
Kondisi citra manusia secara potensial tidak dapat
dirubah, sebab jika berubah maka eksistensi manusia menjadi hilang, namun
secara actual citra tersebut dapat berubah sesuai dengan kehendak dan pilihan
manusia itu sendiri. Sebelum kita mengetahui fitrah dan potensi manusia dalam
pendidikan Islam. Kita lihat dulu pengetian dari Pendidikan Islam itu sendiri
apa?. Pendidikan Islam menurut Prof. Dr. Omar Muhammad Al-touny al-Syaebani,
diartikan sebagai ”usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan
pribadinya atau kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan dalam alam sekitarnya
melalui proses kependidikan”. Dan dari hasil rumusan Seminar Pendidikan Islam
se-Indonesia tahun 1960, Pendidikan Islam yaitu: sebagai bimbingan terhadap
pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan,
mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam”.
Adapun Pendidikan Islam menurut Dr. Muhammad Fadil
Al-Djamaly, Pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada
kehidupan yang baik dan yang mengangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan
kemampuan dasar (fitrah) dan kemampua ajarannya (pengaruh dari luar). Dan
Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya yang dilakukan seorang
dewasa kepada anak didiknya untuk mempersiapkan kehidupan yang lebih baik dan
memiliki kepribadian muslim yang mengimplemantasikan syari’at Islam dalam
kehidupan sehari, serta hidup bahagia didunia dan akhirat.
Dari beberapa defenisi
tersebut, Pendidikan Islam, yakni pengenalan dan pengakuan yang secara
berangsur-angsur ditanamkan didalam diri manusia, tentang tempat-tempat yang
tepat dari segala sesuatu didalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing
kearah pengenalan dan pengakuan tempat tuhan yang tepat didalam tatanan wujud
dan kepribadian.
Dilihat dari penjelasan diatas, maka diperlukan
pendidikan islam yang harus didasarkan pada konsep dasar manusia yang
berhubungan dengan kualitas-kulitas atau potensi manusia, potensi yang
memerlukan proses pembinaan yang mengacu ke arah yang realisasi dan
pengembangan individu yang berwawasan kepada Islam. Dalam hal ini dengan
berpandu kepada Al-quran dan Hadist sebagai sumbernya, sehingga akhir dari
tujuan pendidikan Islam dapat terwujud dan menciptakan insane Kamil bahagia di
dunia dan akhirat. Ada pun tujuan yang tertinggi dapat dirumuskan dalam istilah
“insane kamil” (manusia paripurna). Dalam tujuan pendidikan islam tujuan
tertinggi atau terakhir ini pada akhirnya sesuai dengan tujuan hidup manusia,
dan peranannya sebagai mahkluk ciptaan Allah.
Dengan demikian indikator dari insane kamil tersebut
adalah: menjadi hamba Allah, mengantarkan subjek didik menjadi khalifah
Allah fi al-Ardh,yang mampu memakmurkan bumi dan melestarikannya dan lebih
jauh lagi, mewujudkan rahmat bagi alam sekitarnya, sesuai dengan tujuan
penciptaannya, dan sebagai konsekuensi setelah menerima Islam sebagai pedoman
hidup, dan untuk memperoleh kesejahteraan kebahagiaan hidup didunia sampai
akhira, baik individu maupun masyarakat.
Allah SWT menciptakan
manusia didunia kecuali bertugas pokok untuk menyembah Khalik-Nya, juga
bertugas untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan yang terdapat di bumi agar
mereka dapat hidup sejahtera dan makmur lahir batin. Manusia diciptakan Allah
selain menjadi Hamba-Nya, juga menjadi penguasa (khalifah) di atas bumi. Selaku
hamba dan “khalifah”, manusia telah diberi kelengkapan kemampuan
jasmaniah(fisiologis) dan rohaniah (mental psikologis) yang dapat dikembangkan.
Begitu kompleks fitrah manusia, sehingga manusia pantas menerima amanah Tuhan
untuk menjadi khalifah dan hamba-Nya. Manusia diciptakan Allah dalam struktur
yang paling baik dan ditumbuhkan seoptimal mungkin, sehingga menjadi alat yang
berdaya guna dalam ikhtiar kemanusiaannya untuk melaksanakan tugas pokok
kehidupannya didunia. baik diantara makhluk Allah yang lain.
Struktur manusia terdiri dari unsure jasmaniah dan
rohaniah atau unsur psiologis. Untuk mengembangkan atau menumbuhkan kemampuan
dasar jasmaniah dan rohaniah tersebut, pendidikan merupakan sarana (alat) yang
menentukan sampai dimana titik optimal kemampuan tersebut dapat dicapai. Namun,
proses pengembangan kemampuan manusia melalui pendidikan tidaklah menjamin akan
terbentuknya watak dan bakat seseorang untuk menjadi baik menjadi baik menurut
kehendak-Nya, mengingat Allah sendiri telah menggariskan bahwa di dalam diri
manusia terdapat kecenderungan dua arah, yaitu arah perbuatan fasik (menyimpang
dari peraturan) dan ke arah ketakwaan (menaati peraturan/perintah). Seperti
firman Allah dalam surat As Syams 7-10. Dalam firman Allah tersebut menjelaskan
bahwa, manusia di beri kemungkinan untuk mendidik diri dan orang lain menjadi
sosok pribadi yang beruntung sesuai kehendak Allah melalui berbagai
metode ikhtairiah-Nya. Di sini tercermin bahwa manusia memiliki
kemamuan bebas (free will) untuk menentukan dirinya melalui upayanya sendiri.
Ia tak akan mendapatkan sesuatu kecuali menurut usahnya.
Dapat dilihat dalam firman Allah yakni dalam surat An
Najm, 39 dan 40. Disini menjelaskan konsepsi Islam tentang hubungan Tuhan dan
Manusia sebagai makhluk-Nya yang mengandung nilai kasih sayang bersifat
pendagogis (mendidik), yaitu tanpa ikhtiar, manusia tidak akan memperoleh kasih
sayamg Tuhan atau keberuntungan atau keberhasilan. Dengan kata lain, rahmat dan
hidayah serta taufik-Nya tidak akan diperoleh manusia tanpa melalui ikhtiar
yang benar dan sungguh di jalan Allah. Bilamana tujuan pendidikan Islam
diarahkan kepada pembentukan manusia yang seutuhnya, berarti proses
kependidikan yang harus dikelola oleh para pendidik harus berjalan di atas pola
dasar manusia dari fitrah yang telah dibentuk Allah dalam setiap pribadi
manusia.
Pola dasar ini mengandung potensi psikologis yang
kompleks, karena di dalamnya terdapat aspek-aspek kemampuan dasar yang dapat
dikembangkan secara dialektis-interaksional (saling mengacu dan mempengaruhi)
untuk terbentuknya kepribadian yang serba utuh dan sempurna melalui arahan
kependidikan. Salah satu aspek potensial dari apa yang disebut
“fitrah” adalah kemampuan berfikir manusia dimana rasio atau intelegensia
(kecerdasan) menjadi pusat perkembangannya. Para pendidik muslim sejak dahulu
menganggap bahwa kemampuan berpikir inilah yang menjadi kriterium (pembeda)
yang esensial antara manusia dan mahkluk-makhluk lainnya. Disamping itu,
kemampuan ini memiliki kapabilitas untuk berkembang seoptimal mungkin yang
banyak bergantung pada daya guna proses kependidikan.
Dalam unsur ini Allah memberikan seperangkat kemampuan
dasar yang memiliki kecenderungan berkarya yang disebut potensialitas yang
menurut pandangan Islam dinamakan “Fitrah”. Kata fitrah diambil dari kata
fathara yang berarti mencipta. Sementara pakar menambahkan, fitrah adalah
mencipta sesuatu pertama kali/tanpa ada contoh sebelumnya. Kata fitrah berasal
dari kata (fi’il) fathara yang berarti “menjadikan” secara etimologi fitrah
berarti kejadian asli,agama, ciptaan, sifat semula jadi, potensi dasar, dan
kesucian. Menurut ibn al-Qayyim dan ibn al-Katsir, karena fatir artinya
menciptakan, maka fitrah artinya keadaan yang dihasilkan dari penciptaannya
itu.
Menurut hadist yang diriwayatkan oleh ibnu Abbas, fitrah
adalah awal mula penciptaan manusia. Sebab lafadz fitrah tidak pernah
dikemukakan oleh al-Qur’an dalam konteksnya selain dengan manusia. Dalam kamus
susunan Mahmud Yunus, fitrah diartikan sebagai agama, ciptaan, perangai,
kejadian asli. Dalam kamus Munjid kata fitrah diartikan dengan agama, sunnah,
kejadian, tabiat. Menurut Syahminan Zain (1986 : 5), bahwa fitrah adalah
potensi laten atau kekuatan yang terpendam yang ada dalam diri manusia, yang
dibawanya sejak lahir.
Pengertian secara etimologi tersebut masih bersifat umum,
untuk mengkhususkan arti fitrah, hendaklah perhatikan firman Allah SWT dalam
Q.S Ar-Rum 30:
“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-lurusnya (sesuai dengan kecenderungan aslinya), itulah fitrah Allah. Yang Allah menciptakan manusia diatas fitrah itu. Itulah agama yang lurus. Namun kebanyakan orang tidak mengetahuinya”
“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-lurusnya (sesuai dengan kecenderungan aslinya), itulah fitrah Allah. Yang Allah menciptakan manusia diatas fitrah itu. Itulah agama yang lurus. Namun kebanyakan orang tidak mengetahuinya”
Adapun sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
adalah :
“Tiap-tiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Hanya bapak ibulah yang menjadikan Yahudi, Nasrani dan Majusi”.(H.R. Muslim)
“Tiap-tiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Hanya bapak ibulah yang menjadikan Yahudi, Nasrani dan Majusi”.(H.R. Muslim)
Bila di interpretasikan
lebih lanjut dari istilah “Fitrah” sebagaimana tersebut dalam ayat al-Qur’an
dan Hadist, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Fitrah yang disebutkan
dalam ayat tersebut mengandung implikasi pendidikan.Oleh karena itu,
kata fitrah mengandung makna “kejadian” yang didalamnya berisi potensi dasar
beragama yang benar dan lurus yaitu islam. Potensi dasar ini tidak dapat diubah
oleh siapa pun. Karena fitrah itu merupakan ciptaan Allah yang tidak akan
mengalami perubahan baik isi maupun bentuknya dalam tiap pribadi manusia.
2. Fitrah berarti agama,
kejadian. Maksudnya adalah agama Islam ini bersesuaian dengan kejadian manusia.
Karena manusia diciptakan untuk melaksanakan agama (beribadah). Hal in
dikuatkan oleh firman Allah dalam surat adz-Dzariyat(51):56[9][6]
3. Fitrah Allah berarti
ciptaan Allah, Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama, yaitu agama Tauhid;
maka hal itu tidak wajar kalau manusia tidak beragama tauhid. Mereka tidak
beragama tauhid itu hanya lantaran pengaruh lingkungan. Tegasnya manusia
menurut fitrah beragama tauhid.
4. Fitrah berarti ciptaan,
kodrat jiwa, budi nurani. Maksudnya bahwa rasa keagamaan, rasa pengabdian
kepada Tuhan Yang Maha Esa itu adalah serasi dengan budi nurani manusia. Adapun
manusia yang bertuhankan kepada yang lain-lain adalah menyalahi kodrat
kejiwaannya sendiri.
5. Fitrah berarti ikhlas.
Maksudnya manusia lahir dengan berbagai sifat, salah satunya adalah kemurnian
(keikhlasan) dalam menjalankan suatu aktivitas. Berkaitan dengan makna ini ada
hadist yaitu: “ Tiga perkara yang menjadikannya selamat adalah ikhlas,
berupa fitrah Allah, di mana manusia diciptakan darinya, sholat berupa agama,
dan taat berupa benteng penjagaan” (HR. abu Hamid dari Muadz)
6. Fitrah berarti potensi
dasar manusia. Maksudnya potensi dasar manusia ini sebagai alat untuk mengabdi
dan ma’rifatullah.Para filosof yang beraliran empirisme memandang aktivitas
fitrah sebagai tolok ukur pemaknaannya.
Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung, Fitrah itu dapat
dilihat dari dua segi yakni; segi naluri sifat pembawaan manusia atau
sifat-sifat Tuhan yang menjadi potensi manusia sejak lahir, dan segi wahyu
Tuhan yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya. Jadi potensi manusia dan agama
wahyu itu merupakan satu hal yang nampak dalam dua sisi, ibarat mata uang logam
yang mempunai dua sisi yang sama.Mata uang itulah kita ibaratkan
fitrah. Kemampuan menerima sifat-sifat Tuhan dan mengembangkan sifat-sifat
tersebut adalah merupakan potensi dasar manusia yang terbawa sejak lahir.
Ada pun macam-macam fitrah (potensi) dapat kita lihat
sbb:
1. Potensi Fisik
(Psychomotoric).
Merupakan potensi fisik manusia yang dapat diberdayakan
sesuai fungsinya untuk berbagai kepentingan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
hidup.
2. Potensi Mental Intelektual
(IQ).
Merupakan potensi yang ada pada otak manusia fungsinya :
untuk merencanakan sesuatu untuk menghitung, dan menganalisis, serta memahami
sesuatu tersebut.
3. Potensi Mental Spritual
Question (SP).
Merupakan potensi kecerdasan yang bertumpu pada bagian
dalam diri manusia yang berhubungan dengan jiwa dan keimanan dan akhlak
manusia.
4. Potensi Sosial Emosional.
Yaitu merupakan potensi yang ada pada otak manusia
fungsinya mengendalikan amarah, serta bertanggung jawab terhadap sesuatu.
Kemampuan dasar untuk
beragama secara umum, tidak hanya terbatas dalam agama Islam. Dengan kemampuan
ini manusia dapat dididik menjadi beragama Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi,
namun tidak dapat dididik menjadi atheis (anti Tuhan). Pendapat ini diikuti
oleh banyak ulama Islam yang berfaham ahli Mu’tazilah antara lain Ibnu Sina dan
Ibnu Khaldun. Aspek-aspek psikologis dalam fitrah adalah merupakan
komponen dasar yang bersifat dinamis, responsive terhadap pengaruh lingkungan
sekitar, termasuk pengaruh pendidikan.
Aspek-aspek tersebut adalah:
1. Bakat, suatu kemampuan
pembawaan yang potensial mengacu kepada perkembangan akademis dan keahlian
dalam bidang kehidupan. Bakat ini berpangkal pada kemampuan Kognisi (daya
cipta), Konasi (Kehendak) dan Emosi (rasa) yang disebut dalam psikologi
filosifis dengan tiga kekuatan rohaniah manusia.
2. Insting atau gharizah
adalah suatu kemampuan berbuat atau bertingkah laku dengan tanpa melalui proses
belajar. Kemampuan insting ini merupakan pembawaan sejak lahir. Dalam psikologi
pendidikan kemampuan ini termasuk kapabilitas yaitu kemampuan berbuat sesuatu
dengan tanpa belajar.
3. Nafsu dan
dorongan-dorongan. Dalam tasawuf dikenal nafsu-nafsu lawwamah yang mendorong
kearah perbuatan mencela dan merendahkan orang lain. Nafsu ammarah yang
mendorong kea rah perbuatan merusak, membunuh atau memusuhi orang lain. Nafsu
berahi (eros) yang mendorong ke arah perbuatan seksual untuk memuaskan tuntutan
akan pemuasan hidup berkelamin. Nafsu mutmainnah yang mendorong ke arah
ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menurut al-Ghazali, nafsu manusia terdiri
dari nafsu malakiah yang cenderung ke arah perbuatan mulia sebagai halnya para
malaikat, dan nafsu bahimiah yang mendorong ke arah perbuatan rendah
sebagaimana binatang.
4. Karakter adalah merupakan
kemampuan psikologis yang terbawa sejak lahir. Karakter ini berkaitan dengan
tingkah laku moral dan sosial serta etis seseorang. Karakter terbentuk oleh
kekuatan dari dalam diri manusia, bukan terbentuk dari pengaruh luar
5. Hereditas atau keturunan
adalah merupakan factor kemampuan dasar yang mengandung ciri-ciri psikologis
dan fisiologis yang diturunkan oleh orang tua baik dalam garis yang terdekat
maupun yang telah jauh.
6. Intuisi adalah kemampuan
psikologis manusia untuk menerima ilham Tuhan. Intuisi menggerakkan hati nurani
manusia yang membimbingnya ke arah perbuatan dalam situasi khusus diluar
kesadaran akal pikiran, namun mengandung makna yang bersifat konstruktif bagi
kehidupannya. Intuisi biasanya diberikan Tuhan kepada orang yang bersih
jiwanya.
Implikasi Fitrah Manusia
Terhadap Pendidikan
Alat-alat potensial dan berbagai potensial dasar atau
fitrah manusia tersebut harus ditumbuhkembangkan secara optimal dan terpadu
melalui proses pendidikan sepanjang hayatnya. Manusia diberikan kebebasan untuk
berikhtiar mengembangkan alat-alat potensial dan potensi-potensi dasar atau
fitrah manusia tersebut. Namun demikian, dalam pertumbuhan dan perkembangannya
tidak dapat lepas dari adanya batas-batas tertentu, yaitu adanya hukum-hukum
yang pasti dan tetap menguasai alam, hukum yang menguasai benda-benda maupun
masyarakat manusia sendiri, yang tidak tunduk dan tidak pula bergantung pada
kemauan manusia. Hukum-hukum inilah yang disebut dengan taqdir (Keharusan
universal)
Di samping itu, pertumbuhan dan perkembangan alat-alat
potensial dan fitrah manusia itu juga dipengaruh oleh faktor-faktor hereditas,
lingkngan alam, lingkungan sosial, sejarah. Dalam ilmu-ilmu pendidikan ada 5
macam faktor-faktor yang menentukan keberhasilan pelaksanaan pendidikan, yaitu
tujuan, pendidik, peserta didik, alat pendidikan, dan lingkungan. Karena itulah
maka minat, bakat, kemampuan (skill), sikap manusia yang diwujudkan dalam
kegiatan ikhtiarnya dan hasil yang dicapai dari kegiatan ikhtiarnya tersebut
bermacam-macam.
Fitrah berisi daya-daya yang wujud dan perkembangannya
tergantung pada usaha manusia sendiri. Oleh karena itu fitrah harus
dikembalikan dalam bentuk-bentuk keahlian, laksana emas atau minyak bumi yang
terpendam di perut bumi, tidak ada gunanya kalau tidak digali dan diolah untuk
manusia. Di sinilah letak tugas utama pendidikan. Sedangkan pendidikan sangat
dipengaruhi oleh factor pembawaan dan lingkungan (nativisme dan empirisme).
Namun ada perbedaan antara pendidikan Islam dengan pendidikan umum. Pendidikan
Islam berangkat dari filsafat pendidikan theocentric, sedangkan pendidikan umum
berangkat dari filsafat anthropocentric.
Theocentric memandang bahwa semua yang ada diciptakan
oleh Tuhan, berjalan menurut hukum-Nya. Filsafat ini memandang bahwa manusia
dilahirkan sesuai dengan fitrah-Nya dan perkembangan selanjutnya tergantung
pada lingkungan dan pendidikan yang diperoleh. Sedang seorang guru hanya
bersifat membantu, serta memberikan penjelasan-penjelasan sesuai dengan tahap
perkembangan pemikiran serta peserta didik sendirilah yang harus belajar.
Sedangkan filsafat anthropocentric lebih mendasarkan
ajaran pada hasil pemikiran manusia dan berorientasi pada kemampuan manusia
dalam hidup keduniawian. Dalam pendidikan Islam hidayah Allah menjadi sumber
spiritual yang menjadi penentu keberhasilan akhir dari proses ikhtiyariah
manusia dalam pendidikan.
Fitrah manusia dan implikasinya dalam pendidikan dapat
dijelaskan lebih lanjut dengan:
1) Pemberian stimulus dan
pendidikan demokratis
2) Manusia ditinjau dari
segi fisik-biologis mungkin boleh dikatakan sudah selesai, “Physically and
biologically is finished”, tetapi dari segi rohani, spiritual dan
moral memang belum selesai, “morally is unfinished”. Manusia tidak
dapat dipandang sebagai makhluk yang reaktif, melainkan responsif, sehingga ia
menjadi makhluk yang responsible (bertanggung jawab). Oleh
karena itu pendidikan yang sebenarnya adalah pendidikan yang memberikan
stimulus dan dilaksanakan secara demokratis.
3) Kebijakan pendidikan
perlu pertimbangan empiris. Dengan bantuan kajian psikologik, implikasi fitrah
manusia dalam pendidikan islam dapat disimpulkan bahwa jasa pendidikan dapat
diharapkan sejauh menyangkut development dan becoming sesuai
dengan citra manusia menurut pandangan islam.
4) Konsep fitrah dan aliran
konvergensi. Dari satu sisi, aliran konvergensi dekat dengan konsep fitrah
walaupun tidak sama karena perbedaan paradigmanya. Adapun kedekatannya:
a. Islam menegaskan bahwa
manusia mempunyai bakat-bakat bawaan atau keturunan, meskipun semua itu
merupakan potensi yang mengandung berbagai kemungkinan,
b. Karena masih merupakan
potensi maka fitrah itu belum berarti bagi kehidupan manusia sebelum
dikembangkan, didayagunakan dan diaktualisasikan.
Namun demikian, dalam Islam, faktor keturunan tidaklah
merupakan suatu yang kaku sehingga tidak bisa dipengaruhi. Ia bahkan dapat
dilenturkan dalam batas tertentu. Alat untuk melentur dan mengubahnya ialah
lingkungan dengan segala anasirnya. Karenanya, lingkungan sekitar ialah aspek
pendidikan yang penting. Ini berarti bahwa fitrah tidak berarti kosong atau
bersih seperti teori tabula rasa tetapi merupakan pola dasar yang dilengkapi
dengan berbagai sumber daya manusia yang potensia.
Walaupun berfikir dan
bernalar diakui sebagai salah satu kemampuan dasar manusia, namun kemampuan
untuk menemukan jalan kebenaran tidaklah mutlak tanpa petunjuk Ilahi, pikiran
dan penalaran dalam perkembangannya memerlukan pengarahan dan latihan yang
bersifat kependidikan yang sekaligus mengembangkan fungsi-fungsi kejiwaan
lainnya dalam pola keseimbangan dan keserasian yang ideal.
Oleh karena itu pendidikan
Islam tidak hanya menekankan pada pengajaran. Dimana orientasinya hanya kepada
intelektualisasi penalaran, tetapi lebih menekankan pada pendidikan dimana
sasarannya adalah pembentukan kepribadian yang utuh dan bulat maka pendidikan
Islam pada hakekatnya adalah menghendaki kesempurnaan kehidupan yang tuntas
sesuai dengan firman Allah dalam kitab suci Al-Qur’an. Pendidikan Islam tidak
hanya menekankan pada pengajaran. Dimana orientasinya hanya kepada
intelektualisasi penalaran, tetapi lebih menekankan pada pendidikan dimana
sasarannya adalah pembentukan kepribadian yang utuh dan bulat maka pendidikan
Islam pada hakekatnya adalah menghendaki kesempurnaan kehidupan yang tuntas
sesuai dengan firman Allah dalam kitab suci Al-Qur’an
Dengan demikian proses
pendidikan Islam demi mencapai tujuan yang total, menyeluruh dan meliputi
segenap aspek kemampuan manusia diperlukan landasan falsafah pendidikan yang
menjangkau pengembangan potensi kemanusiannya, falsafah pendidikan yang
demikian itu bercorak menyeluruh dimana iman melandasarinya. Sehingga proses
pendidikan yang berwatak keagamaan mampu mengarahkan kepada pembentukan manusia
yang mukmin, atau dengan filsafat pendidikan Islam bisa memikirkan
perkembangannya secara mendasar, sistematik, dan rasional yang berdasarkan
Al-Qur’an dan Hadits agar berkembang secara optimal dan bermanfaat untuk
kehidupan dunia dan akhirat.
E. Rambu-rambu Pengembangan IPTEKS
dalam Al-Qur’an
Bagi ilmuwan al-Qur`an adalah inspirator,
maknanya bahwa dalam al-Qur’an banyak terkandung teks-teks (ayat-ayat) yang
mendorong manusia untuk melihat, memandang, berfikir, serta mencermati
fenomena-fenomena alam semesta ciptaan Tuhan yang menarik untuk diselidiki,
diteliti dan dikembangkan. Al-Qur’an menantang manusia untuk menggunakan akal
fikirannya seoptimal mungkin.
Al-Qur`an memuat segala informasi yang
dibutuhkan manusia, baik yang sudah diketahui maupun belum diketahui. Informasi
tentang ilmu pengetahuan dan teknologi pun disebutkan berulang-ulang dengan
tujuan agar manusia bertindak untuk melakukan nazhar. Nazhar adalah
mempraktekkan metode, mengadakan observasi dan penelitian ilmiah terhadap
segala macam peristiwa alam di seluruh jagad ini, juga terhadap lingkungan
keadaan masyarakat dan historisitas bangsa-bangsa zaman dahulu.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Yunus ayat 101
yang artinya:
“Katakanlah (Muhammad): lakukanlah nadzar (penelitian dengan menggunakan metode
ilmiah) mengenai apa yang ada di langit dan di bumi ...”
قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيْرُوا فِي اْلأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِيْنَ
Artinya:
“Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah
Allah; Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana
akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”. (QS. Ali Imran: 137)
وَفِي
أَنْفُسِكُمْ أَفَلاَ تُبْصِرُوْنَ
Artinya:”Dan
(juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”. (QS.
Az-Zariyat: 21).
Dalam al-Qur`an terdapat ayat-ayat yang
memberikan motivasi agar manusia menggunakan akal fikiran untuk membaca dan
mengamati fenomena-fenomena alam semesta. Teks-teks al-Qur’an yang terkait
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah sebagai berikut:
a. Al-Qur`an Sebagai
Produk Wujud Iptek Allah
Al-Qur`an menuntun manusia pada jalur-jalur
riset yang akan ditempuh sehingga manusia memperoleh hasil yang benar.
Al-Qur`an juga sebagai hudan memberi kecerahan pada akal manusia, kebenaran
hasil riset dapat diukur dari kesesuaian rumus baku, dan antara akal dengan
naql.
Al-Qur`an merupakan rumus baku, alam semesta
dengan segala perubahannya sebagai persoalan yang layak dan perlu dijawab, maka
al-Qur`an sebagai kamus alam semesta. Solusi tentang teka-teki alam semesta
akan terselesaikan dengan benar jika digunakan formula yang tepat yaitu
al-Qur`an. Dengan demikian ayat-ayat kauniyah dan ayat-ayat Qur’aniyah akan
berjalan secara pararel dan seimbang. Ilmu pengetahuan seperti ini jika
menjelma menjadi teknologi maka akan menjadikan teknologi berbasiskan Qur’an
atau teknologi yang Qur’anik.
Banyak ayat Al-Qur’an yang menyinggung
tentang pengembangan iptek, seperti wahyu pertama QS. Al-`Alaq 1-5 menyuruh
manusia untuk membaca, menulis, melakukan penelitian dengan dilandasi iman dan
akhlak yang mulia. Sedangkan perintah untuk melakukan penelitian secara jelas
terdapat dalam QS. Al-Ghasiyah, ayat 17-20:
أَفَلاَ يَنْظُرُوْنَ إِلَى اْلإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ (17) وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ (18)وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ (19) وَإِلَى اْلأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ (20)
Artinya: ”Maka apakah mereka tidak
memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia
ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia
dihamparkan?” (QS. Al-Ghasiyah: 17-20)
Dari ayat-ayat tersebut, maka munculah di
lingkungan umat Islam suatu kegiatan observasional yang disertai dengan
pengukuran, sehingga ilmu tidak lagi bersifat kontemplatif seperti yang
berkembang di Yunani, melainkan memiliki ciri empiris sehingga tersusunlah
dasar-dasar sains.
وَمِنْ
كُلِّّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
Artinya:
”Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat
kebesaran Allah”. (QS. Az Zariyat: 49)
سُبْحَانَ
الَّذِي خَلَقَ اْلأَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْبِتُ اْلأَرْضُ وَمِنْ
أَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لاَ يَعْلَمُوْنَ
Artinya:
“Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari
apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri maupun dari apa
yang tidak mereka ketahui”. (QS. Yasin: 36)
Dari
ayat di atas dinyatakan bahwa Allah SWT menciptakan makhluk secara
berpasang-pasangan, seperti ada siang dan malam, positif dan negatif, wanita
dan pria, elektron dan positron. Terjadinya pasangan elektron dan positron di
dalam fisika inti dikenal pembentukan ion (ion air production) di mana radiasi
gelombang elektron magnetik memiliki tenaga di atas 1.02 Mev. Ayat ini dapat
diartikan sebagai perintah untuk melakukan penelitian. Karena dengan melakukan
penelitian hal-hal yang tadinya belum terungkap menjadi terungkap.
b. Al-Quran Sebagai
Prediktor
Beberapa ayat Al Quran menyatakan ramalannya
kejadian pada masa yang akan datang baik masa yang jauh maupun masa yang dekat,
yang sebagian merupakan mata rantai sebab akibat (kausalitas). Oleh sebab itu
jika sebab ini merupakan data-data yang dapat dirunut oleh manusia secara
komprehensip, maka akibat yang ditimbulkan kelak akan dapat diketahui sebelum
terjadi dengan intensitas keyakinan yang cukup tinggi.
Berikut ini contoh
ayat-ayat tersebut:
ظَهَرَ
الْفَسَادَ فِي اْلبَرِّّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan
di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia...” (QS. Ar Rum: 41)
قَالَ تَزْرَعُوْنَ سَبْعَ سِنِيْنَ دَأَبَا فَمَا حَصَدْتُمْ فَذَرُوْهُ فِي سُنْبُلِهِ إِلاَّ قَلِيْلاً مِمَّا تَأْكُلُوْنَ (47) ثُمَّ يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذلِكَ سَبْعٌ شِدَادٌ يَأْكُلْنَ مَا قَدَّمْتُمْ لَهُنَّ إِلاَّ قَلِيْلاً مِمَّا تُحْصِنُوْنَ (48)
Artinya: "Yusuf
berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa;
Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk
kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang
menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali
sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. (QS. Yusuf: 47-48)
إِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِيْنَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ (6) إِنَّ الَّذِيْنَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ (7) جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا ْالأَنْهَارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أَبَدًا رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ (8)
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang
musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam; mereka kekal di dalamnya. mereka itu
adalah seburuk-buruk makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka
di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai;
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun
ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut
kepada Tuhannya. (Qs. Bayinah: 6-8)
c. Al-Qur`an Sebagai
Sumber Motivasi
Al
Quran mendorong atau memberi motivasi kepada manusia untuk melakukan
penjelajahan angkasa luar dan di bumi, perhatikan firman Allah berikut ini:
مَعْشَرَ الْجِنِّ وَاْلإِنْسِ إِنِ
اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ
فَانْفُذُوا لاَ تَنْفُذُون إِلاَّ بِسُلْطَانٍ
Artinya: Hai sekumpulan jin dan manusia, jika
kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah,
kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan (sulthon). (QS. Ar Rahman:
33)
Kemudian tentang penjelajahan di bumi, perhatikan firman berikut ini:
أَوَلَمْ
يَرَوْا إِلَى اْلأَرْضِ كَمْ أَنْبَتْنَا فِيْهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ كَرِيْمٍ
Artinya: Dan apakah mereka
tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya kami tumbuhkan di bumi itu
pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik? (QS. As Syu’ara: 7)
Islam tidak melarang untuk memikirkan masalah
teknologi modern atau ilmu pengetahuan yang sifatnya menuju modernisasi
pemikiran manusia genius, profesional, dan konstruktif serta aspiratif terhadap
permaslahan yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.
d. Al-Quran dan
Simplikasi (Penyederhanaan)
Alam semesta ini membentuk struktur yang
sangat teratur, dan bergerak dengan teratur. Keteraturan gerak alam semesta ini
lebih memudahkan manusia untuk menyederhanakan fenomena-fenomena yang terkait
ke dalam bahasa ilmu pengetahuan (matematika, fisika, kimia biologi dan
lain-lain). Sehingga manusia dapat menjadi operator yang mampu mewakili
peristiwa yang terjadi di alam semesta. Untuk meraih teknologi tinggi tidak
perlu merasa tidak mampu, dengan semangat tinggi dan tidak menganggap bahwa high
tech merupakan sesuatu yang mustahil untuk dicapai, maka high tech akan dapat
diraih.
Perhatikan firman Allah berikut ini:
إِنَّمَا مَثَلُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ اْلأَرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ النَّاسُ وَاْلأَنْعَامُ حَتىَّ إِذَا أَخَذَتِ اْلأَرْضُ زُخْرُفَهَا وَازَيَّنَتْ وَظَنَّ أَهْلُهَا أَنْهُمْ قَادِرُوْنَ عَلَيْهَا أَتَاهَا أَمْرُنَا لَيْلاً أَوْ نَهَارًا فَجَعَلْنَاهَا حَصِيْدًا كَأَنْ لَّمْ تَغْنَ بِاْلأَمْسِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ اْلآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
Artinya: Sesungguhnya
perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang kami
turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya) karena air itu
tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak.
hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula)
perhiasannya dan pemilik-permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya,
tiba-tiba datanglah kepadanya azab kami di waktu malam atau siang, lalu kami
jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit,
seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah kami menjelaskan
tanda-tanda kekuasaan (kami) kepada orang-orang berfikir. (QS. Yunus: 24)
e. Al-Quran Sumber Etika
Pengembangan Iptek
Pada teknologi harus terkandung muatan etika
yang selalu menyertai hasil teknologi pada saat akan diterapkan. Sungguh pun
hebat hasil teknologi namun jika diniatkan untuk membuat kerusakan sesama
manusia, menghancurkan lingkungan sangat dilarang di dalam Islam. Jadi
teknologi bukan sesuatu yang bebas nilai, demikian pula penyalahgunaan
teknologi merupakan perbuatan zalim yang tidak disukai Allah SWT. Perhatikan
FirmanNya:
وَابْتَغِ فِيْمَا آَتَاكَ اللهُ الدَّارَ اْلآَخِرَةَ وَلاَ تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللهُ إِلَيْكَ وَلاَ تَبْغِ اْلفَسَادَ فِي اْلأَرْضِ إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al Qashash: 77)
Demikian pula sains dan teknologi modern
(Barat) tidak ada yang netral atau bebas nilai. Tetapi prioritas, penekanan,
metode dan prosesnya, serta pandangan terhadap dunia merefleksikan kepentingan
masyarakat dan kebudayaan Barat. Dalam kerangka ini sains Barat semata-mata
digunakan untuk mengejar keuntungan dan sejumlah produksi, untuk pengembangan
militer dan perlengkapan-perlengkapan perang, serta untuk mendominasi ras
manusia terhadap ras manusia lainnya, sebagaimana untuk mendominasi alam. Dalam
sistem Barat sains itu sendiri merupakan nilai tertinggi, sehingga
segala-galanya harus dikorbankan demi sains dan teknologi.
Dalam kaitan ini munculnya disiplin baru
seperti sosiobiologi, eugenics (ilmu untuk meningkatkan kualitas-kualitas spesies
manusia) dan rekayasa genetika, tidak mendorong timbulnya persaudaraan dan
tanggungjawab tapi memberi kesan bagi kaum ilmuwan bahwa merekalah penguasa
jagad raya ini.
Kemudian dalam bidang biologi, perkembangan
teknologi yang pesat diawali dengan penemuan DNA oleh Watson dan Crick pada
Tahun 1953. Sejak saat itu berbagai macam teknologi yang melibatkan
perekayasaan sifat genetic makhluk hidup mulai bermunculan. Beberapa
diantaranya sangat menakjubkan dan memungkinkan manusia berperan sebagai tuhan.
Sementara sanat Islam berbeda, ilmu yang dicari semata-mata hanya untuk mencari
karunia Allah, bukan untuk merusak sehingga menimbulkan bencana.
PERINTAH MEMPELAJARI ILMU
PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
Islam agama yang syamil, kamil dan mutakamil
(menyeluruh, sempurna dan menyempurnakan). Islam tidak hanya mengatur perihal
ibadah vertikal saja, namun seluruh aspek kehidupan, termasuk diantaranya
mempelajari Iptek.
Al-Qur`an diturunkan Allah SWT kepada
Rasulullah tidak hanya memerintahkan untuk sekedar dibaca, sesuai dengan wahyu
yang pertama diturunkan dalam QS. 96: 1, tetapi mengandung maksud lebih dari
itu yaitu menghendaki seluruh umatnya membaca, menggali, mendalami, meneliti
apa saja yang ada di alam semesta ini dan mengambil manfaat untuk kehidupan manusia
dengan mengetahui ciri-ciri sesuatu seperti: bencana alam, tanda-tanda zaman,
sejarah, diri sendiri yang tertulis maupun yang tidak tertulis sehingga dapat
menghadapi tantangan dan menjawab permasalahan-permasalahan dunia modern yang
diterapkan dalam segala aspek kehidupan.
Proses kehidupan manusia itu selalu mengalami
perkembangan yang pesat dari awal terbentuknya manusia, bayi, anak-anak,
remaja, dewasa sampai tua dan alam semesta ini dibuat Allah tidak sia-sia,
tetapi ada hikmah didalamnya agar manusia dapat mempelajari iptek, sesuai dalam
QS. 3: 190-191yang berbunyi: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan
silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal
yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): “ Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia,
Maha suci Engkau maka peliharalah kami dari siksa neraka”. Dalam ayat ini mengandung
maksud perintah untuk mempelajari iptek karena manusia telah dipilih sebagai
makhluk yang memiliki kemampuan dan derajat tinggi, antara lain:
Manusia diperintahkan untuk
menggunakan akal pikiran dengan membaca, belajar dan meneliti alam semesta.
Manusia dijadikan
khalifah di muka bumi, dibuktikan dengan Allah SWT memilih nabi Adam sebagai
pemimpin dibandingkan makhluk yang lain.
Manusia memiliki ilmu
pengetahuan yang dapat memperkuat iman untuk menjadikan dirinya memiliki
derajat tinggi dunia akhirat
Manusia diperintahkan
menjadi profesional terhadap bidang ilmu yang dimiliki.
F. Dampak IPTEKS
Seperti juga pada bidang lain, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi mempunyai dampak positif dan
negatif. Penilaian positif maupun negatif ini bersifat
subyektif, tergantung kepada siapa yang menilainya. Yang dinilai
negatif oleh bangsa Indonesia belum tentu juga dinilai negatif oleh bangsa
Amerika, misalnya.
Dampak positif kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
dapat dirasakan, misalnya, dalam bidang teknologi komunikasi dan
informasi. Ditemukannya teknologi pesawat terbang telah membuat
manusia dapat pergi ke seluruh dunia dalam waktu singkat. Perjalanan
haji yang dulu dilakukan selama beberapa minggu melalui laut kini, dengan makin
lancarnya transportasi udara, dapat dilakukan hanya dalam waktu delapan jam
saja. Kemajuan di bidang televisi satelit telah memungkinkan kita
melihat Olimpiade Atlanta langsung tanpa harus keluar rumah. Penemuan
telepon genggam telah memungkinkan kita untuk menghubungi seseorang di mana
saja ia berada atau dari mana saja kita berada. Kemajuan di bidang
penyimpanan data telah memungkinkan kita memiliki seluruh jilid Ensiklopedia
Britanica dalam satu keping Compact Disk yang beratnya kurang dari satu
ons. Kemajuan di bidang komputer telah menciptakan jaringan internet
yang memungkinkan kita mendapatkan informasi dari perpustakaan di seluruh dunia
tanpa harus keluar dari kamar. Kemajuan di bidang komunikasi juga
telah membuat perdagangan internasional menjadi semakin mudah dan cepat.
Sekarang ini, lewat bursa saham, orang dapat dengan mudah memiliki perusahaan
di negara lain.
Singkat kata, kemajuan di bidang teknologi
komunikasi dan informasi ini telah membuat dunia terasa kecil dan batas antar
negara menjadi hilang. Inilah yang disebut sebagai globalisasi,
suatu proses di mana orang tidak lagi berfikir hanya sebagai warga kampung,
kota, atau negara, melainkan juga sebagai warga dunia.
Dari sisi positifnya, proses ini membuat
orang tidak lagi hanya berwawasan lokal. Dalam usahanya memecahkan
persoalan, ia akan melihat ke seluruh dunia guna menemukan
solusi. Dalam mencari pekerjaan atau ilmu pun, ia tidak lagi
membatasi diri pada pekerjaan atau lembaga pendidikan di kampungnya, kotanya,
propinsinya, atau negaranya saja. Seluruh permukaan bumi ini dapat menjadi
kemungkinan tempat ia bekerja atau mencari ilmu.
Dari
sudut jati diri bangsa, proses ini dapat dianggap membawa dampak
negatif. Hal ini karena inovasi-inovasi di bidang iptek itu
kebanyakan terjadi di negara lain yang mempunyai nilai-nilai sosial, politik,
dan budaya yang belum tentu sama dengan nilai bangsa kita. Kendati
teknologinya itu sendiri dapat dianggap sebagai netral atau bebas nilai,
penerapan dan pembawa ilmu pengetahuan dan teknologi itu tidak dapat dikatakan
selalu bebas nilai. Sebagai contoh, kemajuan teknologi parabola
telah memungkinkan kita melihat siaran televisi Perancis tanpa ada
sensor. Adegan seks dan pamer dada wanita, yang di RCTI tidak
mungkin keluar, dapat dilihat anak-anak tanpa terpotong sensor lewat parabola
itu. Banjirnya film asing di TV nasional juga dapat mempengaruhi nilai
budaya para pemirsanya. Telenovela dan film Barat yang amat populer
di TV swasta kita, secara tidak terasa, dapat mempengaruhi para pemirsanya
bahwa perselingkuhan dalam kehidupan suami istri itu adalah hal yang biasa,
bahwa kekerasan merupakan salah satu pemecahan masalah. Film
detektif bahkan dapat menjadi 'guru' bagi para maling.
Globalisasi cara berfikir, yang menjadi salah
satu dampak kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, dapat membuat orang
tidak lagi mengacu pada nilai-nilai tradisional bangsanya
belaka. Kemudahan memperoleh informasi akan membuat ia dapat
mempelajari nilai-nilai yang ada pada masyarakat dan bangsa lain, baik yang
menyangkut nilai sosial, ekonomi, budaya, maupun politik. Sebagai bangsa
yang sedang membangun jati-dirinya, proses globalisasi ini jelas merupakan
tantangan yang harus diatasi dalam upaya pembentukan manusia Indonesia yang
dicita-citakan.
Pada dasarnya sikap orang terhadap masalah
globalisasi ini dapat dikelompokkan menjadi tiga: (1) lari dari kenyataan dan bersembunyi
atau menutup diri dari arus globalisasi itu; (2) menghindar atau menganggap
bahwa globalisasi itu tidak ada; (3) menghadapi persoalan dengan
berani. Pilihan pertama dilakukan apabila orang tersebut merasa
lemah dan tidak kuat untuk menanggulangi dampak negatif globalisasi
itu. Dalam mempertimbangkan dampak positif dan negatif kemajuan
iptek dan globalisasi, ia melihat bahwa 'mudharat' globalisasi tersebut lebih
besar daripada 'manfaatnya'. Akibatnya, ia menolak kehadiran kemajuan
iptek tersebut dan tidak mau bersentuhan dengannya. Dalam kasus
bangsa, pemerintah menutup masuknya informasi dari luar tanpa pandang bulu
karena takut kalau-kalau rakyatnya akan terpengaruh oleh nilai-nilai dari luar
yang mungkin akan berdampak negatif.
Pilihan ke dua dilakukan bila orang tersebut
merasa bingung. Di satu pihak, ia mengetahui dampak positifnya
kemajuan teknologi komunikasi itu tetapi, di lain fihak, ia juga mengetahui
dampak negatif dari globalisasi tersebut. Ia tidak dapat memutuskan
apakah akan merangkul ataukah menolak kemajuan teknologi yang berdampak
globalisasi itu. Akibatnya, ia membiarkan saja kemajuan teknologi
itu melanda bangsanya dan berpura-pura yakin, atau berharap, bahwa globalisasi
itu tidak membawa dampak negatif bagi masyarakatnya.
Pilihan ke tiga dilakukan oleh orang yang
tidak bingung. Ia menyadari akan dampak positif dan negatif dari
kemajuan iptek yang masuk ke negaranya, termasuk dampak globalisasi
masyarakatnya. Berbeda dengan pemilih skenario ke dua, ia dengan
seksama memilah-milah mana dampak positif dari kemajuan iptek dan globalisasi
itu bagi dirinya dan mana dampak negatifnya. Dengan mengetahui di
bidang mana kemajuan iptek dan globalisasi itu akan membawa dampak negatif, ia
mempersiapkan diri agar tidak terpengaruh oleh kemajuan iptek dan globalisasi
itu secara negatif.
"Pembinaan dan pemantapan kepribadian
bangsa senantiasa memperhatikan pelestarian nilai luhur budaya bangsa yang
bersumber pada kebhinekaan budaya daerah dengan tidak menutup diri terhadap
masuknya nilai positif budaya bangsa lain untuk mewujudkan dan mengembangkan
kemampuan dan jati diri serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa
Indonesia. Pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam penyelenggaraan pembangunan harus meningkatkan kecerdasan dan
nilai tambah dengan mengindahkan nilai-nilai agama dan
nilai-nilai luhur budaya bangsa serta kondisi lingkungan dan kondisi
masyarakat." Menurut pernyataan itu, bangsa Indonesia tidak perlu menutup
diri terhadap masuknya nilai-nilai positif budaya bangsa lain guna
mengembangkan jati dirinya. Nilai-nilai agama, budaya bangsa,
kondisi lingkungan dan masyarakat Indonesia dipakai sebagai pagar atau
rambu-rambu bagi penerapan iptek di Indonesia hingga tak berdampak negatif pada
masyarakat dan bangsa.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Menurut pengertian Barat, ilmu adalah murni
ciptaan manusia, tanpa adanya campur tangan Allah. Sedangkan menurut al-Qur’an,
ilmu adalah rangkaian keterangan teratur dari Allah (Q.S. Al-Rahman : 1-13).
Orang Barat menganggap bahwa teknologi
merupakan objek yang terlahir atas kebudayaan perilaku manusia. Menurut
al-Qur’an, teknologi tercipta karena adanya kesadaran untuk menciptakannya,
bukan sebagai ambisi tiap individu.
Sebelum Islam datang, Dr
Muhammad Luthfi, ketua Kajian Timur Tengah Universitas Indonesia,
mengatakan bahwa Eropa berada dalam abad kegelapan. Tak satu pun bidang ilmu
yang maju, bahkan lebih percaya tahyul. Para ilmuwan Barat terinspirasi oleh
kemajuan IPTEK yang dibangun kaum muslimin.
Rahasia kemajuan peradaban Islam adalah
karena Islam tidak mengenal pemisahan yang kaku antara ilmu pengetahuan, etika,
dan ajaran agama. Satu dengan yang lain, dijalankan dalam satu tarikan nafas.
Pengamalan syariat Islam, sama pentingnya dan memiliki prioritas yang sama
dengan riset-riset ilmiah.
Secara implisit, bangsa Indonesia menghendaki
agar agama dapat berperan sebagai jiwa, penggerak, dan pengendali ataupun
sebagai landasan spiritual, moral, dan etik bagi pembangunan nasional, termasuk
pembangunan bidang iptek tentunya. Dalam kaitannya dengan
pengembangan iptek nasional, agama diharapkan dapat menjiwai, menggerakkan, dan
mengendalikan pengembangan iptek nasional tersebut.
Pola hubungan antara agama dan iptek di
Indonesia saat ini baru pada taraf tidak saling
mengganggu. Pengembangan iptek dan pengembangan kehidupan beragama
diusahakan agar tidak saling tabrak pagar masing-masing. Pengembangan
agama diharapkan tidak menghambat pengembangan iptek sedang pengembangan iptek
diharapkan tidak mengganggu pengembangan kehidupan beragama. Konflik
yang timbul antara keduanya diselesaikan dengan kebijaksanaan.
Seperti juga pada bidang lain, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi mempunyai dampak positif dan negatif. Dari sisi
positifnya, kemajuan iptek membuat orang tidak lagi hanya berwawasan lokal.
Dalam usahanya memecahkan persoalan, ia akan melihat ke seluruh dunia guna
menemukan solusi. Dalam mencari pekerjaan atau ilmu pun, ia tidak
lagi membatasi diri pada pekerjaan atau lembaga pendidikan di kampungnya,
kotanya, propinsinya, atau negaranya saja. Seluruh permukaan bumi ini dapat
menjadi kemungkinan tempat ia bekerja atau mencari ilmu. Dampak negatifnya
adalah adanya globalisasi cara berfikir, yang dapat membuat orang tidak lagi
mengacu pada nilai-nilai tradisional bangsanya. Kemudahan memperoleh informasi
akan membuat ia dapat mempelajari nilai-nilai yang ada pada masyarakat dan
bangsa lain, baik yang menyangkut nilai sosial, ekonomi, budaya, maupun
politik.
Kondisi Indonesia sekarang sudah mengikuti
pada gaya Barat. Kenyataan menyedihkan tersebut sudah selayaknya menjadi cambuk
bagi kita bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim untuk gigih memperjuangkan
kemandirian politik, ekonomi dan moral bangsa dan umat. Kemandirian itu tidak
bisa lain kecuali dengan pembinaan mental-karakter dan moral (akhlak)
bangsa-bangsa Islam sekaligus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dilandasi keimanan-taqwa kepada Allah SWT. Serta melawan pengaruh buruk budaya
sampah dari Barat yang Sekular, Matre dan hedonis (mempertuhankan kenikmatan
hawa nafsu).
Berbeda dengan pandangan dunia Barat yang
melandasi pengembangan Ipteknya hanya untuk kepentingan duniawi yang ’matre’
dan sekular, maka Islam mementingkan pengembangan dan penguasaan Iptek untuk
menjadi sarana ibadah-pengabdian Muslim kepada Allah SWT dan mengembang amanat
Khalifatullah (wakil/mandataris Allah) di muka bumi untuk berkhidmat kepada
kemanusiaan dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan lil ’Alamin).
Dalam perspektif Islam, antara iman, ilmu,
amal, dan iptek tidak bisa dipisahkan. Disana terdapat hubungan yang harmonis
dan dinamis yang terintegrasi kedalam suatu sistem yang disebut Dinul Islam.
Tauhid sebagai kunci pokok Islam, tidak mengakui adanya pemisahan antara iman
dan sains. Segala sesuatu yang ada di alam merupakan bukti kehadiran Allah.
Pengetahuan tentang alam adalah suatu bentuk amal shaleh yang dapat mendekatkan
diri manusia kepada Allah.
Para ilmuwan muslim lebih menjadikan keimanan
sebagai landasan dalam menegembangkan teori-teori ilmiah. Bagi mereka, alam
adalah objek berfikir, manusia sebagai subjeknya, dan Allah merupakan tujuan
akhirnya. Inilah yang menjadi landasan utama para ilmuwan muslim dalam
mengembangkan sains.
B.
Saran
Pengembangan
IPTEK yang lepas dari keimanan tak akan bernilai ibadah dan tak akan
menghasilkan manfaat bagi manusia dan lingkungan. Sebaliknya, pengembangan
IPTEK yang didasari etika Islam akan memberikan orientasi dan arah yang jelas,
serta mampu mengoptimalkan manfaat IPTEK dan meminimalisir dampak negatif IPTEK
bagi manusia dan alam. Orang yang melandaskan ilmunya dengan keimanan,
pengembangan dan pemanfaatan IPTEK tidaklah ditujukan sebagai tuntutan hidup
semata, tetapi juga merupakan refleksi dari ibadah kepada Allah. Ia menjadi
sarana peningkatan rasa syukur dan ketakwaan kepada Allah. Oleh karena itu,
kita harus sebisa mungkin menyeimbangkan antara iptek dan agama.
mbak boleh tau sumber materinya?
BalasHapusBoleh tau sumber materinya dpt dri mna???
BalasHapuskalau boleh tau sumbernya apa ya ?
BalasHapuskalau boleh tau sumbernya apa ya ?
BalasHapusijin copas
BalasHapusIjin copas poin:
BalasHapusB.(Paradigma Pendidikan Muhammadiyah) &
D.(Rambu-rambu Pengembangan IPTEKS dalam Al-Qur’an) ya mba Fauzia. Ths :)
Kalo boleh tau sumbernya dari mana?
BalasHapusDibiasakan menyebutkan sumber . Agar tidak ada plagiat.
BalasHapus