BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sinergi ilmu dan pengintegrasiannya
dengan nilai dan ajaran islam.
Merujuk
kepada sejarah Islam, teknologi bukanlah sesuatu yang asing. Teknologi akan terus
berkembang sejalan dengan kepandaian manusia untuk memudahkan urusan kehidupan.
Islam tidak pernah menghalangi atau bahkan mengharamkan teknologi terutama
dimanfaatkan untuk pendidikan. Tidak ada hukum sesuatu itu haram kecuali
terdapat nas dan dalil terang menyatakan sesuatu itu haram.
Wacana
perpaduan antara sains dan Agama di Indonesia sudah lama digaungkan sebagaimana
yang tertuang dalam UUSPN Nomor 20 Tahun 2003 pasal 30 yang mewajibkan
penyelenggaraan pendidikan Agama pada semua strata pendidikan sebagai bentuk
kesadaran bersama untuk mencapai kualitas hidup yang utuh.
Peserta
didik saat ini sangat kritis dan tidak begitu saja menerima pelajaran
pendidikan agama Islam. Ketika disampaikan tentang haramnya makanan tertentu
maka mereka tidak serta merta menerima namun mereka mempertanyakan tentang
keharaman makanan tersebut. Dalam kasus seperti inilah peran sains diharapkan
mampu memberikan penjelasan secara menyeluruh. Sehingga antara pendidikan agama
Islam dan sains dapat saling mendukung dalam memberikan pemahaman yang utuh
kepada peserta didik.
Integrasi
sinergis antara Agama dan ilmu pengetahuan secara konsisten akan menghasilkan
sumber daya yang handal dalam mengaplikasikan ilmu yang dimiliki dengan
diperkuat oleh spiritualitas yang kokoh dalam menghadapi kehidupan. Islam tidak
lagi dianggap sebagai Agama yang kolot, melaikan sebuah kebutuhan untuk
mengaktualisasikan diri di berbagai bidang kehidupan, dan sebagai fasilitas
untuk perkembangan ilmu dan teknologi.
Agama,
dalam hal ini Islam sebagai paradigma, saat ini
masih sebagai justifikasi atau pembenaran terhadap konsep-konsep sains dan
belum menjadi paradigma keilmuan yang menyeluruh (holistik). Orientasi
dan sistem pedidikan di sekolah antara ilmu Agama dan ilmu umum haruslah diintegrasikan
secara terpadu dalam sebuah proses pelarutan, maksudnya antara Agama dan sains
dapat disinergikan secara fleksibel, dan link and match.
Integrasi
sains dan Agama memiliki nilai penting untuk menghilangkan anggapan antara
Agama dan sains adalah dua hal yang tidak dapat disatukan, dan untuk
membuktikan bahwa Agama (Islam) bukan Agama yang kolot yang tidak
menerima kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan Agama yang terbuka
dan wahyu (al-qur’an) merupakan sumber atau inspirasi dari semua ilmu.
Sebagai
seorang muslim yang mesti kita pikirkan bahwa penyebab Islam dalam kondisi
terpuruk dan terbelakang dalam konteks sains adalah “kalau bangsa-bangsa
lain sudah berhasil membangun stasiun luar angkasa dan sudah berpikir tentang
bagaimana mengirimkan pesawat rung angkasa berawak ke Mars, Umat kita (Islam)
masih sibuk untuk menyelesaikan problem-problem yang semestinya sudah tidak
perlu dipersoalkan seperti halnya kunut, bid’ah, do’a jama’ah, zikir ba’da
shalat, dan lain sebagainya“.
Melirik
sejarah Peradaban Islam (Sains) pada antara abad 8-12M kita dapat mengenal
sejumlah figur intelektual muslim yang menguasai dua disiplin ilmu, baik
ilmu Agama maupun ilmu umum (sekalipun pada hakikatnya dalam pandangan Islam
ilmu umum itu juga merupakan ilmu Agama, merupakan kalam tuhan yang kauniyah/
tersirat) sebut saja misalnya Ibn Sina (370-428/980-1037), al-Ghazali
(450-505/ 1059-1111) Ibn Rusd, Ibn Thufail dan lain sebagainya. Mereka
adalah para figur intelektual muslim yang memiliki kontribusi besar
terhadap kemajuan-kemajuan dunia Barat modern sekarang ini. Jika pada awalnya
kajian-kajian kelslaman hanya berpusat pada Alquran, Hadis, Kalam, Fiqih dan
Bahasa, maka pada periode berikutnya, setelah kemenangan Islam di berbagai
wilayah, kajian tersebut berkembang dalam berbagai disiplin ilmu: fisika,
kimia, kedokteran, astronomi, dan ilmu-ilmu sosial lainnya.
Melihat
fenomena sebagaimana diatas Neneng Dara Affiah menyatakan bahwa munculnya para
ilmuan barat adalah merupakan hasil dari karya-karya intelektual muslim
yang direbut pada masa kegelapan umat muslimin atau setelah perang salib dan
menurut beliau inilah yang mesti direbut kembali dengan dalih ilmu itu
merupakan daur (berputar) mulai dari Yunai berpindah ke Bangsa
Arab (Islam) dan sekarang di kuasai oleh Negara-negara Barat yang insyaAlloh
akan dapat kita raih kembali.
B.
Paradigma
ilmu tidak bebas nilai.
Ilmu yang
tidak bebas nilai (value bond) memandang bahwa ilmu itu selalu terikat
dengan nilai dan harus dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai.
Perkembangan nilai tidak lepas dari dari nilai-nilai ekonomis, sosial,
religius, dan nilai-nilai yang lainnya.
Menurut
salah satu filsof yang mengerti teori value bond, yaitu Jurgen Habermas
berpendapat bahwa ilmu, sekalipun ilmu alam tidak mungkin bebas nilai, karena
setiap ilmu selau ada kepentingan-kepentingan. Dia juga membedakan ilmu menjadi
3 macam, sesuai kepentingan-kepentingan masing-masing :
a. Pengetahuan yang pertama, berupa
ilmu-ilmu alam yang bekerja secara empiris-analitis. Ilmu ini menyelidiki
gejala-gejala alam secara empiris dan menyajikan hasil penyelidikan untuk
kepentingan-kepentingan manusia. Dari ilmu ini pula disusun teori-teori yang
ilmiah agar dapat diturunkan pengetahuan-pengetahuan terapan yang besifat
teknis. Pengetahuan teknis ini menghasilkan teknologi sebagai upaya manusia
untuk mengelola dunia atau alamnya.
b. Pengetahuan yang kedua, berlawanan
dengan pengetahuana yang pertama, karena tidak menyelidiki sesuatu dan tidak
menghasilkan sesuatu, melainkan memahami manusia sebagai sesamanya,
memperlancar hubungan sosial. Aspek kemasyarakatan yang dibicarakan adalah
hubungan sosial atau interaksi, sedangkan kepentingan yang dikejar oleh
pengetahuana ini adalah pemahaman makna.
c. Pengetahuan yang ketiga, teori
kritis. Yaitu membongkar penindasan dan mendewasakan manusia pada otonomi
dirinya sendiri. Sadar diri amat dipentingkan disini. Aspek sosial yang
mendasarinya adalah dominasi kekuasaan dan kepentingan yang dikejar adalah
pembebasan atau emansipasi manusia.
Ilmu yang tidak
bebas nilai ini memandang bahwa ilmu itu selalu terkait dengan nilai dan harus
di kembangkan dengan mempertimbangkan nilai. Ilmu jelas tidak mungkin bisa terlepas dari
nilai-nilai kepentingan-kepentingan baik politik, ekonomi, sosial, keagamaan,
lingkungan dan sebagainya.
C.
Paradigma
ilmu bebas nilai.
Ilmu bebas
nilai dalam bahasa Inggris sering disebut dengan value free, yang
menyatakan bahwa ilmu dan teknologi adalah bersifat otonom. Ilmu secara otonom
tidak memiliki keterkaitan sama seklai dengan nilai. Bebas nilai berarti semua
kegiatan terkait dengan penyelidikan ilmiah harus disandarkan pada hakikat ilmu
itu sendiri. Ilmu menolak campur tangan faktro eksternal yang tidak secara
hakiki menentukan ilmu itu sendiri.
Josep
Situmorang menyatakan bahwa sekurang-kurangnya ada 3 faktor sebagai indikator
bahwa ilmu itu bebas nilai, yaitu:
a. Ilmu harus bebas dari pengendalian-pengendalian
nilai. Maksudnya adalah bahwa ilmu harus bebas dari pengaruh eksternal seperti
faktor ideologis, religious, cultural, dan social.
b. Diperlukan adanya kebebasan usaha
ilmiah agar otonom ilmu terjamin. Kebebasan di sisni menyangkut kemungkinan
yang tersedia dan penentuan diri.
c. Penelitian ilmiah tidak luput dari
pertimbangan etis yang sering dituding menghambat kemajuan ilmu, karena nilai
etis sendiri itu bersifat universal.
Dalam pandanagn ilmu yang bebas nilai, eksplorasi alam tanpa
batas dapat dibenarkan, karena hal tersebut untuk kepentingan ilmu itu sendiri,
yang terkdang hal tersebut dapat merugikan lingkungan. Contoh untuk hal ini
adalah teknologi air condition, yang ternyata berpengaruh pada pemansan
global dan lubang ozon semakin melebar, tetapi ilmu pembuatan alat pendingin
ruangan ini semata untuk pengembangan teknologi itu dengan tanpa memperdulikan
dampak yang ditimbulakan pada lingkungan sekitar. Setidaknya, ada problem nilai
ekologis dalam ilmu tersebut, tetapi ilmu bebas nilai menganggap nilai ekologis
tersebut menghambat perkembangan ilmu. Dalam ilmu bebas nilai tujuan dari ilimu
itu untuk ilmu.
D.
Peran
Pendidikan Agama Islam dalam Perkembangan Sains dan Teknologi
Peran Pendidikan Islam dalam perkembangan teknologi,
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Aqidah
Islam Sebagai Dasar Sains dan Teknologi
Inilah peran pertama pendidikan islam yang dimainkan
dalam iptek, yaitu menjadikan aqidah Islam sebagai basis segala konsep dan
aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh
Rasulullah SAW.
b. Syariah
Islam sebagai Standar Pemanfaatan Sains dan Teknologi
Peran kedua Islam dalam perkembangan sains dan
teknologi, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan sains
dan teknologi. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib
dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya.
Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam.
Sedangkan sains dan teknologi yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah
diharamkan syariah Islam. Jika dua peran ini dapat dimainkan oleh umat Islam dengan
baik, insyaAlloh akan ada berbagai berkah dari Allah kepada umat Islam dan juga
seluruh umat manusia.
Upaya
Pendidikan Islam dalam Menghadapi Dampak negatif Sains dan Teknologi
Materi
pendidikan Islam harus mampu menstimulir fitrah manusia, baik fitrah ruhani,
akal, maupun perasaan sehingga dapat melaksanakan perannya dengan baik, entah
sebagai hamba Allah SWT..ataupun sebagai khalifah dimuka bumi.
Menurut
Prof. A. Qodry Azizy (2004: 81), tiga komponen yang dimiliki pendidikan Islam
sebagai kunci dalam mengendalikan dan mengembalikan sains dan teknologi ke
posisi semula, yaitu:
1. Amar
ma’ruf
Pendidikan Islam memperkenalkan konsep pengembangan
amar ma’ruf. Tidak hanya kaitannya dalam pergaulan sosial saja, akan tetapi
amar ma’ruf ini dimaknai juga sebagai pengembangan diri dan iptek secara
positif. Jadi apapun yang dihasilkan oleh umat Islam harus mampu memberikan
nilai positif bagi kehidupannya dan habitat di sekelilingnya. Begitu pun dalam
pengembangan iptek, umat Islam harus mengarahkan penggunaan iptek kepada hal
yang benar, yang diridhoi oleh Allah SWT.
2. Nahi
Munkar
Pendidikan Islam mengarahkan manusia untuk mampu
membedakan dan memilih kebenaran. Seandainya ada penyalahgunaan iptek, maka
pendidikan Islam mengharuskan umat Islam untuk menghindarinya dan memperbaiki
serta mencegah penyalahgunaannya kembali.
3
Iman kepada Allah
Poin ketiga ini menjadi poin utama dasar pendidikan
Islam. Karena dengan keimanan yang kuat, umat Islam akan mampu menghadapi
dampak negatif iptek yang hadir. Iman kepada Allah SWT akan menghadirkan rasa
takut untuk bermaksiat terhadap-Nya, dan rasa malu untuk melakukan kerusakan di
bumi. Sebesar apapun serangan dampak negatif iptek, umat Islam akan mampu
membentengi diri melalui peningkatan keimanan yang terus menerus. Karena pada
dasarnya dampak negatif iptek tidak akan terbendung, hanya diri kitalah yang
harus membentengi diri sebaik mungkin untuk menghadapinya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengertian integrasi sains dan teknologi dengan
Islam dalam konteks sains modern bisa dikatakan sebagai profesionalisme atau
kompetensi dalam satu keilmuan yang bersifat duniawi di bidang tertentu
dibarengi atau dibangun dengan pondasi kesadaran ketuhanan. Kesadaran ketuhanan
tersebut akan muncul dengan adanya pengetahuan dasar tentang ilmu-ilmu Islam.
Oleh sebab itu, ilmu-ilmu Islam dan kepribadian merupakan dua aspek yang saling
menopang satu sama lain dan secara bersama-sama menjadi sebuah fondasi bagi
pengembangan sains dan teknologi. Bisa disimpulkan, integrasi ilmu
berarti adanya penguasaan sains dan teknologi dipadukan dengan ilmu-ilmu Islam
dan kepribadian Islam.
Dengan integrasi pendidikan agama Islam dengan sains
dan teknologi diharapkan pembelajaran yang dilaksanakan menjadi lebih bermakna
dan mudah dipahami. Sehingga tujuan pendidikan agama Islam dalam mengarahkan
peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertaqwa,
dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya
yaitu kitab suci Al-Quran dan Al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan pengajaran,
latihan, serta penggunaan pengalaman dapat terlaksana.
Selain memberi panduan hidup kepada manusia agar
menjadi manusia yang bertaqwa yang dapat selamat dan menyelamatkan, Al-Qur’an
banyak terkandung informasi-informasi ilmiah. Walaupun Al-Qur’an bukan
merupakan kitab sains dan teknologi, ia banyak memuat informasi sains dan
teknologi, tapi ia hanya menyatakan bagian-bagian asas yang sangat penting saja
dari ilmu-ilmu dan teknologi yang dimaksud. Al Qur’an juga mendorong umat Islam
untuk belajar, mengkaji dan menganalisa alam ciptaan Allah ini.
DAFTAR PUSTAKA
https://inggitanggara.wordpress.com/2012/12/13/integrasi-pendidikan-agama-islam-dengan-sains-dan-teknologi/
http://muhamad-abdorin.blogspot.com/2012/05/ilmu-bebas-nilai.html
ijin copas
BalasHapusSangat tertarik untuk mengoleksi naskah dan terima kasih, semoga taburan ilmu yang disemai mencapai barokah tingkat tingi bagi penulis, penyusun dan penebar pesona khasanah ilmu ini. Mba Fauzia semoga tetap dalam hidayah dan taufik-Nya. Ya Allah bahagiakan Mba Fauzia's. Aamiiyn,
BalasHapus