Minggu, 17 Mei 2015

etika pengembangan dan penerapan IPTEKS



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sinergi ilmu dan pengintegrasiannya dengan nilai dan ajaran islam.
Merujuk kepada sejarah Islam, teknologi bukanlah sesuatu yang asing. Teknologi akan terus berkembang sejalan dengan kepandaian manusia untuk memudahkan urusan kehidupan. Islam tidak pernah menghalangi atau bahkan mengharamkan teknologi terutama dimanfaatkan untuk pendidikan. Tidak ada hukum sesuatu itu haram kecuali terdapat nas dan dalil terang menyatakan sesuatu itu haram.
Wacana perpaduan antara sains dan Agama di Indonesia sudah lama digaungkan sebagaimana yang tertuang dalam UUSPN Nomor 20 Tahun 2003 pasal 30 yang mewajibkan penyelenggaraan pendidikan Agama pada semua strata pendidikan sebagai bentuk kesadaran bersama untuk mencapai kualitas hidup yang utuh.
Peserta didik saat ini sangat kritis dan tidak begitu saja menerima pelajaran pendidikan agama Islam. Ketika disampaikan tentang haramnya makanan tertentu maka mereka tidak serta merta menerima namun mereka mempertanyakan tentang keharaman makanan tersebut. Dalam kasus seperti inilah peran sains diharapkan mampu memberikan penjelasan secara menyeluruh. Sehingga antara pendidikan agama Islam dan sains dapat saling mendukung dalam memberikan pemahaman yang utuh kepada peserta didik.
Integrasi sinergis antara Agama dan ilmu pengetahuan secara konsisten akan menghasilkan sumber daya yang handal dalam mengaplikasikan ilmu yang dimiliki dengan diperkuat oleh spiritualitas yang kokoh dalam menghadapi kehidupan. Islam tidak lagi dianggap sebagai Agama yang kolot, melaikan sebuah kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri di berbagai bidang kehidupan, dan sebagai fasilitas untuk perkembangan ilmu dan  teknologi.
Agama, dalam  hal ini Islam sebagai paradigma, saat ini masih sebagai justifikasi atau pembenaran terhadap konsep-konsep sains dan belum menjadi paradigma keilmuan yang menyeluruh (holistik). Orientasi  dan sistem pedidikan di sekolah antara ilmu Agama dan ilmu umum haruslah diintegrasikan secara terpadu dalam sebuah proses pelarutan, maksudnya antara Agama dan sains dapat disinergikan secara fleksibel, dan link and match.
Integrasi sains dan Agama memiliki nilai penting untuk menghilangkan anggapan antara Agama dan sains adalah dua hal yang tidak dapat disatukan, dan untuk membuktikan bahwa Agama (Islam) bukan Agama  yang kolot yang tidak menerima kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan Agama yang terbuka dan wahyu (al-qur’an) merupakan sumber atau inspirasi dari semua ilmu.
Sebagai seorang muslim yang mesti kita pikirkan bahwa penyebab Islam dalam kondisi terpuruk dan terbelakang dalam konteks sains adalah “kalau bangsa-bangsa lain sudah berhasil membangun stasiun luar angkasa dan sudah berpikir tentang bagaimana mengirimkan pesawat rung angkasa berawak ke Mars, Umat kita (Islam) masih sibuk untuk menyelesaikan problem-problem yang semestinya sudah tidak perlu dipersoalkan seperti halnya kunut, bid’ah, do’a jama’ah, zikir ba’da shalat, dan lain sebagainya“.
Melirik sejarah Peradaban Islam (Sains) pada antara abad 8-12M kita dapat mengenal sejumlah figur intelektual muslim yang menguasai dua disiplin ilmu,  baik ilmu Agama maupun ilmu umum (sekalipun pada hakikatnya dalam pandangan Islam ilmu umum itu juga merupakan ilmu Agama, merupakan kalam tuhan yang kauniyah/ tersirat) sebut saja misalnya Ibn Sina (370-428/980-1037), al-Ghazali (450-505/ 1059-1111) Ibn Rusd, Ibn Thufail dan lain sebagainya. Mereka adalah para figur intelektual  muslim yang memiliki kontribusi besar terhadap kemajuan-kemajuan dunia Barat modern sekarang ini. Jika pada awalnya kajian-kajian kelslaman hanya berpusat pada Alquran, Hadis, Kalam, Fiqih dan Bahasa, maka pada periode berikutnya, setelah kemenangan Islam di berbagai wilayah, kajian tersebut berkembang dalam berbagai disiplin ilmu: fisika, kimia, kedokteran, astronomi, dan ilmu-ilmu sosial lainnya.
Melihat fenomena sebagaimana diatas Neneng Dara Affiah menyatakan bahwa munculnya para ilmuan barat adalah merupakan hasil dari karya-karya intelektual  muslim yang direbut pada masa kegelapan umat muslimin atau setelah perang salib dan menurut beliau inilah yang mesti direbut kembali dengan dalih ilmu itu merupakan daur (berputar) mulai dari Yunai berpindah ke  Bangsa Arab (Islam) dan sekarang di kuasai oleh Negara-negara Barat yang insyaAlloh  akan dapat kita raih kembali.

B.     Paradigma ilmu tidak bebas nilai.
Ilmu yang tidak bebas nilai (value bond) memandang bahwa ilmu itu selalu terikat dengan nilai dan harus dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai. Perkembangan nilai tidak lepas dari dari nilai-nilai ekonomis, sosial, religius, dan nilai-nilai yang lainnya.
Menurut salah satu filsof yang mengerti teori value bond, yaitu Jurgen Habermas berpendapat bahwa ilmu, sekalipun ilmu alam tidak mungkin bebas nilai, karena setiap ilmu selau ada kepentingan-kepentingan. Dia juga membedakan ilmu menjadi 3 macam, sesuai kepentingan-kepentingan masing-masing :
a.       Pengetahuan yang pertama, berupa ilmu-ilmu alam yang bekerja secara empiris-analitis. Ilmu ini menyelidiki gejala-gejala alam secara empiris dan menyajikan hasil penyelidikan untuk kepentingan-kepentingan manusia. Dari ilmu ini pula disusun teori-teori yang ilmiah agar dapat diturunkan pengetahuan-pengetahuan terapan yang besifat teknis. Pengetahuan teknis ini menghasilkan teknologi sebagai upaya manusia untuk mengelola dunia atau alamnya.
b.      Pengetahuan yang kedua, berlawanan dengan pengetahuana yang pertama, karena tidak menyelidiki sesuatu dan tidak menghasilkan sesuatu, melainkan memahami manusia sebagai sesamanya, memperlancar hubungan sosial. Aspek kemasyarakatan yang dibicarakan adalah hubungan sosial atau interaksi, sedangkan kepentingan yang dikejar oleh pengetahuana ini adalah pemahaman makna.
c.       Pengetahuan yang ketiga, teori kritis. Yaitu membongkar penindasan dan mendewasakan manusia pada otonomi dirinya sendiri. Sadar diri amat dipentingkan disini. Aspek sosial yang mendasarinya adalah dominasi kekuasaan dan kepentingan yang dikejar adalah pembebasan atau emansipasi manusia.
Ilmu yang tidak bebas nilai ini memandang bahwa ilmu itu selalu terkait dengan nilai dan harus di kembangkan dengan mempertimbangkan nilai. Ilmu jelas tidak mungkin bisa terlepas dari nilai-nilai kepentingan-kepentingan baik politik, ekonomi, sosial, keagamaan, lingkungan dan sebagainya.

C.    Paradigma ilmu  bebas nilai.
Ilmu bebas nilai dalam bahasa Inggris sering disebut dengan value free, yang menyatakan bahwa ilmu dan teknologi adalah bersifat otonom. Ilmu secara otonom tidak memiliki keterkaitan sama seklai dengan nilai. Bebas nilai berarti semua kegiatan terkait dengan penyelidikan ilmiah harus disandarkan pada hakikat ilmu itu sendiri. Ilmu menolak campur tangan faktro eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu itu sendiri.
Josep Situmorang menyatakan bahwa sekurang-kurangnya ada 3 faktor sebagai indikator bahwa ilmu itu bebas nilai, yaitu:
a.       Ilmu harus bebas dari pengendalian-pengendalian nilai. Maksudnya adalah bahwa ilmu harus bebas dari pengaruh eksternal seperti faktor ideologis, religious, cultural, dan social.
b.      Diperlukan adanya kebebasan usaha ilmiah agar otonom ilmu terjamin. Kebebasan di sisni menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri.
c.       Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis sendiri itu bersifat universal.
Dalam pandanagn ilmu yang bebas nilai, eksplorasi alam tanpa batas dapat dibenarkan, karena hal tersebut untuk kepentingan ilmu itu sendiri, yang terkdang hal tersebut dapat merugikan lingkungan. Contoh untuk hal ini adalah teknologi air condition, yang ternyata berpengaruh pada pemansan global dan lubang ozon semakin melebar, tetapi ilmu pembuatan alat pendingin ruangan ini semata untuk pengembangan teknologi itu dengan tanpa memperdulikan dampak yang ditimbulakan pada lingkungan sekitar. Setidaknya, ada problem nilai ekologis dalam ilmu tersebut, tetapi ilmu bebas nilai menganggap nilai ekologis tersebut menghambat perkembangan ilmu. Dalam ilmu bebas nilai tujuan dari ilimu itu untuk ilmu.

D.    Peran Pendidikan Agama Islam dalam Perkembangan Sains dan Teknologi
Peran Pendidikan Islam dalam perkembangan teknologi, diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Aqidah Islam Sebagai Dasar Sains dan Teknologi
Inilah peran pertama pendidikan islam yang dimainkan dalam iptek, yaitu menjadikan aqidah Islam sebagai basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah SAW.
b.      Syariah Islam sebagai Standar Pemanfaatan Sains dan Teknologi
Peran kedua Islam dalam perkembangan sains dan teknologi, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan sains dan teknologi. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan sains dan teknologi yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam. Jika dua peran ini dapat dimainkan oleh umat Islam dengan baik, insyaAlloh akan ada berbagai berkah dari Allah kepada umat Islam dan juga seluruh umat manusia.
Upaya Pendidikan Islam dalam Menghadapi Dampak negatif Sains dan Teknologi
Materi pendidikan Islam harus mampu menstimulir fitrah manusia, baik fitrah ruhani, akal, maupun perasaan sehingga dapat melaksanakan perannya dengan baik, entah sebagai hamba Allah SWT..ataupun sebagai khalifah dimuka bumi.
Menurut Prof. A. Qodry Azizy (2004: 81), tiga komponen yang dimiliki pendidikan Islam sebagai kunci dalam mengendalikan dan mengembalikan sains dan teknologi ke posisi semula, yaitu:
1.      Amar ma’ruf
Pendidikan Islam memperkenalkan konsep pengembangan amar ma’ruf. Tidak hanya kaitannya dalam pergaulan sosial saja, akan tetapi amar ma’ruf ini dimaknai juga sebagai pengembangan diri dan iptek secara positif. Jadi apapun yang dihasilkan oleh umat Islam harus mampu memberikan nilai positif bagi kehidupannya dan habitat di sekelilingnya. Begitu pun dalam pengembangan iptek, umat Islam harus mengarahkan penggunaan iptek kepada hal yang benar, yang diridhoi oleh Allah SWT.
2.      Nahi Munkar
Pendidikan Islam mengarahkan manusia untuk mampu membedakan dan memilih kebenaran. Seandainya ada penyalahgunaan iptek, maka pendidikan Islam mengharuskan umat Islam untuk menghindarinya dan memperbaiki serta mencegah penyalahgunaannya kembali.
3        Iman kepada Allah
Poin ketiga ini menjadi poin utama dasar pendidikan Islam. Karena dengan keimanan yang kuat, umat Islam akan mampu menghadapi dampak negatif iptek yang hadir. Iman kepada Allah SWT akan menghadirkan rasa takut untuk bermaksiat terhadap-Nya, dan rasa malu untuk melakukan kerusakan di bumi. Sebesar apapun serangan dampak negatif iptek, umat Islam akan mampu membentengi diri melalui peningkatan keimanan yang terus menerus. Karena pada dasarnya dampak negatif iptek tidak akan terbendung, hanya diri kitalah yang harus membentengi diri sebaik mungkin untuk menghadapinya.














BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pengertian integrasi sains dan teknologi dengan Islam dalam konteks sains modern bisa dikatakan sebagai profesionalisme atau kompetensi dalam satu keilmuan yang bersifat duniawi di bidang tertentu dibarengi atau dibangun dengan pondasi kesadaran ketuhanan. Kesadaran ketuhanan tersebut akan muncul dengan adanya pengetahuan dasar tentang ilmu-ilmu Islam. Oleh sebab itu, ilmu-ilmu Islam dan kepribadian merupakan dua aspek yang saling menopang satu sama lain dan secara bersama-sama menjadi sebuah fondasi bagi pengembangan sains dan teknologi. Bisa disimpulkan, integrasi  ilmu berarti adanya penguasaan sains dan teknologi dipadukan dengan ilmu-ilmu Islam dan kepribadian Islam.
Dengan integrasi pendidikan agama Islam dengan sains dan teknologi diharapkan pembelajaran yang dilaksanakan menjadi lebih bermakna dan mudah dipahami. Sehingga tujuan pendidikan agama Islam dalam mengarahkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya yaitu kitab suci Al-Quran dan Al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman dapat terlaksana.
Selain memberi panduan hidup kepada manusia agar menjadi manusia yang bertaqwa yang dapat selamat dan menyelamatkan, Al-Qur’an banyak terkandung informasi-informasi ilmiah. Walaupun Al-Qur’an bukan merupakan kitab sains dan teknologi, ia banyak memuat informasi sains dan teknologi, tapi ia hanya menyatakan bagian-bagian asas yang sangat penting saja dari ilmu-ilmu dan teknologi yang dimaksud. Al Qur’an juga mendorong umat Islam untuk belajar, mengkaji dan menganalisa alam ciptaan Allah ini.
DAFTAR PUSTAKA

https://inggitanggara.wordpress.com/2012/12/13/integrasi-pendidikan-agama-islam-dengan-sains-dan-teknologi/
http://muhamad-abdorin.blogspot.com/2012/05/ilmu-bebas-nilai.html



2 komentar:

  1. Sangat tertarik untuk mengoleksi naskah dan terima kasih, semoga taburan ilmu yang disemai mencapai barokah tingkat tingi bagi penulis, penyusun dan penebar pesona khasanah ilmu ini. Mba Fauzia semoga tetap dalam hidayah dan taufik-Nya. Ya Allah bahagiakan Mba Fauzia's. Aamiiyn,

    BalasHapus